Rabu 15 Sep 2021 00:54 WIB

Partai Oposisi Norwegia Menangkan Pemilihan Parlemen

Partai oposisi dari sayap kiri-moderat Norwegia memenangkan pemilihan parlemen

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg kalah dalam pemilihan dan akan turun setelah berkuasa selama delapan tahun. Ilustrasi.
Foto: Reuters
Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg kalah dalam pemilihan dan akan turun setelah berkuasa selama delapan tahun. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, OSLO -- Partai oposisi dari sayap kiri-moderat Norwegia memenangkan pemilihan parlemen dan akan mulai melakukan negosiasi untuk membentuk koalisi pemerintah. Perubahan iklim dan ketimpangan kekayaan diprediksi menjadi fokus pembicaraan.

Perdana Menteri Erna Solberg yang berasal dari partai konservatif kalah dalam pemilihan dan akan turun setelah berkuasa selama delapan tahun. Sementara Ketua Partai Buruh Jonas Gahr Stoere mengatakan akan membentuk pemerintahan berikutnya.

Baca Juga

Status Norwegia sebagai produsen minyak dan gas telah menjadi inti kampanye. Namun langkah menjauh dari industri petroleum dan menciptakan lapangan pekerjaan tampaknya berlangsung secara bertahap meski partai-partai pro lingkungan semakin menguat.

Demi membentuk kabinet yang seimbang, Stoere harus menarik mitra-mitra kiri moderat untuk mengompromikan berbagai kebijakan. Mulai dari kepemilikan pribadi dan minyak hingga hubungan Norwegia dengan Uni Eropa.

"Kami sebagai partai terbesar saat ini akan memastikan Norwegia akan mendapatkan pemerintahan dan jalan baru," kata Stoere dalam pidatonya dihadapan anggota partai, Selasa (14/9).

"Dalam beberapa hari ke depan, saya akan mengundang pemimpin semua partai yang ingin membuat perubahan," tambahnya.

Ia menuturkan akan memulai pertemuan tersebut dengan ketua Centre Partai dan Socialist Left. Nilai mata uang Norwegia saat ini belum banyak berubah, diperdagangkan 10.20 crown per euro.

"Contohnya akan ada kenaikan sejumlah pajak dan akan ada prioritas yang berbeda. Akan tetapi total anggaran publik tidak akan banyak berubah apabila pemerintahan saat ini tetap berada di tempatnya," kata kepala ekonom DNB Markets Kjersti Haugland.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement