REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengancam akan melaporkan dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar. Hal itu akan dilakukan kalau Lili tidak mengundurkan diri atau resign dari kursi pimpinan KPK.
"Kalau November belum memundurkan diri, saya akan menempuh pelaporan juga ke Kejaksaan Agung," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di JaKarta, Selasa (14/9).
MAKI mengatakan, pelaporan terhadap Lili sengaja dilakukan ke Kejaksaan Agung mengingat Indonesia Corruption Watch (ICW) telah melaporkan mantan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu ke Bareskrim Polri. Ungkapnya, pasal 30 Undang-Undang Kejaksaan, menjelaskan bahwa mereka juga memiliki kewenangan untuk menangani tindak pidana yang diatur Undang-undang Khusus.
"Nah buktinya menangani korupsi bisa kan Kejaksaan Khusus," katanya.
Boyamin menjelaskan bahwa undang-Undang khusus ini diatur dalam Undang-Undang KPK, bukan di KUHP. Dia mengatakan, dengan dasar itu MAKI akan melakukan pelaporan ke Kejaksaan Agung dengan sangkaan atau dugaan pelanggaran Pasal 36 dan juncto Pasal 65.
Boyamin menegaskan akan mengajukan gugatan praperadilan apabila laporannya tidak ditangani kejaksaan agung selama tiga bulan setelah dilaporkan. MAKI berharap Kejaksaan Agung juga bisa mengontrol KPK.
"Ada yang enggak benar ya gantian, kan dulu kejaksaan ada yang enggak benar dikontrol di sini, ya saya berharap Kejaksaan agung bukan balas dendam tapi imbang-imbangan gitu loh," katanya.
Seperti diketahui, Lili Pintauli Siregar dinyatakan bersalah melanggar kode etik pegawai KPK setelah melakukan kontak langsung dengan M Syahrial. Wali Kota Tanjungbalai tersebut ketika itu masih berperkara dan berstatus sebagai tersangka di KPK.
Lili diniali telah melanggar Pasal 4 Ayat 2 Huruf b serta Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020. Meski demikian, Dewan Pengawas KPK enggan untuk melaporkan pelanggaran etik tersebut ke dalam ranah pidana lantaran melanggar Pasal 36 UU nomor 20 tahun 2002.