Selasa 14 Sep 2021 20:39 WIB

Pandemi Covid-19 yang Masih Jauh dari Berakhir

Upaya preventif harus terus dilakukan salah satunya dengan percepatan vaksinasi.

Upaya pengendalian Covid-19 penting dilakukan karena kini dunia termasuk Indonesia menghadapi mutasi virus seperti varian Mu hingga varian Delta. Karena itu masyarakat diminta waspada karena pandemi belum berakhir.
Foto: Antara/Didik Suhartono
Upaya pengendalian Covid-19 penting dilakukan karena kini dunia termasuk Indonesia menghadapi mutasi virus seperti varian Mu hingga varian Delta. Karena itu masyarakat diminta waspada karena pandemi belum berakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati

Sekolah yang kembali dibuka, bioskop yang juga sudah akan menerima penonton, hingga mal yang mulai dipadati pengunjung merupakan efek dari penurunan kasus Covid-19 di Indonesia. Meski kasus Covid-19 melandai, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengingatkan masa krisis pandemi Covid-19 belum berakhir.

Baca Juga

"Pandemi ini berpotensi paling cepat dicabut akhir tahun depan. Itu potensi yang optimistis," ujarnya saat mengisi konferensi virtual bertema Waspada! Masa Krisis Pandemi Covid-19 Belum Berakhir, Selasa (14/9). Ia meminta masyarakat harus hidup berdampingan dengan Covid-19.

Artinya bisa hidup bersama dengan tidak mengganggu kesehatan publik atau sektor vital dalam satu negara. Sebab, dia melanjutkan, menghadapi Covid-19 sama seperti menghadapi penyakit lain yang bisa ditanggulangi.

Untuk bisa masuk ke tahap hidup bersama dengan Covid-19 perlu banyak sekali persiapan yang harus dilakukan. "Kalau tak siap maka kita (Indonesia) akan mengalami masih banyak korban jiwa di pertengahan hingga akhir tahun depan. Jadi, kalau bicara akhir Covid-19 masih panjang ceritanya, tetapi kalau bicara terkendali harus dilakukan," ujarnya.

Ia menyontohkan, Jakarta adalah salah satu provinsi yang bisa memberi contoh bagaimana mencapai level Covid-19 yang terkendali. Perjalanan Jakarta menuju kondisi terkendali namun disebutnya panjang. Karena ada upaya yang harus dilakukan berbasis sains yaitu upaya tes, telusur, dan tindak lanjut (3T), protokol kesehatan 5M, dan vaksinasi. Jadi, ia menegaskan tak bisa kasus yang tiba-tiba terkendali.

"Karena ada daerah yang tiba-tiba positivity ratenya menurun, itu bisa dilakukan dalam waktu relatif singkat tanpa ada berbasis sains yang kuat. Ini berbahaya karena lemah," katanya.

Ia menegaskan, pengendalian Covid-19 penting dilakukan karena kini dunia termasuk Indonesia menghadapi mutasi virus seperti varian Mu hingga varian Delta. Ia menjelaskan, jika dulu virus tidak bermutasi dan stabil dalam lima tahun tetapi sekarang varian baru Covid-19 muncul setiap pekan. "Tetapi varian baru itu tidak selalu merugikan manusia, bahkan kadang bisa merugikan si virus itu sendiri," katanya.

Saat ini Dicky melihat upaya terus memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sampai 20 September 2021 untuk menekan laju penularan kasus Covid-19 sebagai strategi yang tepat. "PPKM level tinggi adalah satu strategi yang sudah tepat. Karena sejarah pandemi di masa modern memang harus seperti itu, strateginya bergradasi," katanya.

Ia menambahkan, organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) juga membuat kebijakan seperti PPKM berlevel tetapi istilahnya adalah Public Health and Social Measures (PHSM). Lebih lanjut, ia mengibaratkan PPKM sebagai penjaga gawang selama masa pandemi. Ini sama seperti saat lalu lintas padat perlu ada polisi yang memastikan situasi jangan menjadi lebih buruk.

"Ini peran PPKM. Ini harus dipahami semua pihak, saya kira ini perlu disampaikan karena masyarakat suka tanya kapan PPKM berakhir," katanya.

Ia menambahkan, PPKM berakhir ketika pandemi Covid-19 berakhir. Di satu sisi, ia mengingatkan meski PPKM terus diterapkan, bukan berarti ini mematikan ekonomi, usaha kalau wilayah tersebut ada di level 1 dan 2 atau minimal 3. Sementara kalau daerah tersebut berada di level 4 artinya sama seperti semi lockdown.

Dicky meminta tingkatan level inilah yang harus disampaikan pada publik. "Jadi, wilayah yang menerapkan PPKM level 1 bisa lebih longgar, misalnya bisa makan dengan maksimal empat orang dan kapasitas restorannya bisa 80 persen," ujarnya. Lebih lanjut ia meminta semua pihak menyadari bahwa selama PPKM tidak ada kapasitas tempat publik sampai 100 persen.  

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement