REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menegaskan bahwa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa memberhentikan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Dia menegaskan, hasil asesmen TWK menjadi kewenangan pemerintah berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).
"Tidak boleh, harus diperhatikan putusan MA tersebut hendaknya ditindaklanjuti dengan memperhatikan kelangsungan nasib pegawai tersebut," kata Suparji di Jakarta, Selasa (14/9).
Dia melanjutkan selama pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo tidak melakukan keputusan apapun sebaiknya pimpinan KPK juga melakukan hal yang sama. Dia menyarankan pimpinan KPK untuk menunggu sikap tegas dari pemerintah soal nasib 75 pegawai KPK tersebut.
"Belum ada putusan, ditunggu dahulu sikap pemerintah," katanya.
Putusan MA memutuskan tindak lanjut hasil asesmen TWK bagi pegawai KPK menjadi kewenangan pemerintah. Hal itu tertuang dalam berkas putusan putusan uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diajukan oleh pegawai KPK beberapa waktu lalu.
Menurut putusan MA, gugatan terhadap Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 yang menjadi dasar TWK tidak tepat. Sebab, hasil asesmen TWK itu bukan kewenangan KPK, melainkan pemerintah.
"Sedangkan tindak lanjut dari hasil asesmen TWK tersebut menjadi kewenangan pemerintah," lanjut kutipan tersebut.