REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH - Pejabat Palestina dan kelompok hak asasi manusia mengecam keputusan hukuman kolektif Israel terhadap tahanan Palestina menyusul pembobolan penjara keamanan tinggi pekan lalu. Pekan lalu, enam tahanan Palestina menggali terowongan keluar dari penjara Gilboa di utara Israel, dalam pembobolan penjara yang dipuji oleh warga Palestina sebagai “kemenangan besar”.
Lima dari tahanan yang melarikan diri adalah anggota gerakan Jihad Islam, sedangkan orang keenam adalah anggota gerakan Fatah, yang semuanya tengah menjalani hukuman seumur hidup.
Segera setelah melarikan diri dari penjara, muncul laporan bahwa otoritas Israel memisahkan tahanan gerakan Jihad Islam di tahanan lain untuk mencegah mereka bertemu satu sama lain.
Pasukan Israel menangkap kembali empat tahanan yang melarikan diri pada Jumat dan Sabtu, di tengah laporan pelanggaran berupa kekerasan terhadap mereka. Otoritas Israel juga mencegah mereka bertemu dengan pengacara dan anggota keluarga mereka, dan menjerat mereka dengan tuduhan baru.
Pada Minggu, Masyarakat Tahanan Palestina mengatakan bahwa otoritas Israel bertanggung jawab penuh atas "setiap kerugian yang diderita oleh empat tahanan yang ditangkap". Pernyataan itu disampaikan LSM tersebut setelah ada kabar Zakaria Zubeidi, salah satu tahanan yang ditangkap kembali, dibawa ke rumah sakit untuk dirawat.
Baca juga : Infografis Kejamnya Siksaan di Penjara Israel
Sementara itu, Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan pada Senin melaporkan bahwa Pengadilan Pusat Nazareth menolak petisi yang diajukan oleh pengacara komisi untuk mengizinkannya mengunjungi empat tahanan dan meminta warga Palestina untuk menekan komunitas internasional “dengan segala cara dan metode” untuk melindungi para tahanan.