Rabu 15 Sep 2021 12:46 WIB

Ketua Komisi X: Warning Jokowi Soal Radikalisme Kampus Logis

Ketua Komisi X mengingatkan potensi ancaman radikalisme di kampus

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, mengingatkan potensi ancaman radikalisme di kampus
Foto: Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, mengingatkan potensi ancaman radikalisme di kampus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peringatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pimpinan kampus benar-benar mengawasi aktivitas para mahasiswa agar tidak terpapar paham radikal dinilai wajar. 

Banyak kasus menunjukkan jika para mahasiswa sangat rentan terpapar pemikiran radikal, intoleran, dan suka mengkafirkan orang yang berbeda paham. 

Baca Juga

“Saya menilai apa yang disampaikan Presiden Jokowi di hadapan forum rektor masih menemukan relevansinya karena ancaman penyebaran paham radikal di kalangan mahasiswa memang ada buktinya. Kami berharap warning tersebut benar-benar menjadi atensi para rektor dan civitas akademika di masing-masing perguruan tinggi,” ujar Ketua Komisi X Syaiful Huda, Rabu (15/9/2021). 

Dia menjelaskan indikasi adanya penyebaran paham radikal di kampus bisa dilihat dari jajak pendapat yang dilakukan oleh beberapa lembaga seperti BNPT, Alvara Research, hingga Setara. 

Selain itu juga muncul kasus-kasus intoleran dan bernuansa SARA di beberapa kampus di Tanah Air. 

“Indikasi-indikasi tersebut menunjukkan jika ancaman pemikiran dan sikap radikal di kampus itu benar dan nyata adanya. Oleh karena itu pimpinan kampus dan jajarannya tidak bisa lepas tangan atas fenomena ini,” katanya.  

Huda mengatakan paham dan pemikiran radikal ini biasanya disampaikan melalui diskusi berbalut dakwah di masjid-masjid kampus. 

Selain itu senior-senior kampus yang terpapar paham radikalis, jeli memilih calon kader dari kalangan mahasiswa baru. “Biasanya mahasiswa baru ini masih mencari jati diri dengan semangat keberagamaan yang sehingga mudah dipengaruhi. Pihak rektorat harus benar-benar memperhatikan lebih kepada aktivitas dakwah kampus baik yang dilakukan di lingkungan masjid kampus maupun diskusi-diskusi keagamaan kecil yang dilakukan mahasiswa,” katanya.

Indikasi adanya pemikiran radikal di kalangan mahasiswa, lanjut Huda bisa dilihat dari pola pikir, perilaku, hingga gaya hidup mereka. Jika mereka tiba-tiba tidak mau beribadah dengan kawan sebaya, menutup diri, mengkafirkan orang yang tidak sepaham, tidak mau mengakui negara, bahkan nekat meninggalkan perkuliahan untuk paham mereka, bisa jadi mereka telah terpapar pemikiran radikal. 

“Di sini pentingnya kampus mengembangkan sistem early warning yang bisa berbasis teman sebaya. Di mana nanti antarteman bisa saling mengawasi dan saling mengingatkan jika ada perubahan perilaku secara tiba-tiba di antara mereka,” katanya.  

Politisi PKB ini juga berharap kampus menjalin kerjasama dengan ormas-ormas Islam yang terbukti mengembangkan cara berpikir moderat. Mereka bisa menjadi narasumber dalam diskusi dan dakwah agama di lingkungan masjid-masjid kampus. “Selain itu, kampus juga bisa secara rutin menyosialisasikan tentang bahaya pemikiran radikal dalam harmonisasi kehidupan bangsa,” katanya. 

Saat Pertemuan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia yang dilaksanakan di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Kota Surakarta, Senin, (13/9/2021), Presiden Jokowi   menyatakan rektor bertanggungjawab terhadap mahasiswanya, baik di dalam kampus maupun di luar kampus.  

"Di luar kampus pun menjadi tugas rektor dan seluruh jajarannya, hati-hati. Di dalam kampus dididik mengenai Pancasila, kebangsaan, tapi di luar kampus ada yang mendidik mahasiswa kita jadi ekstremis garis keras, jadi radikalis garis keras, untuk apa?" kata ujar Jokowi seperti disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden.     

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement