Rabu 15 Sep 2021 13:01 WIB

Komisi III Sebut Pemerintah Belum Siap Bahas RUU PAS

Komisi III DPR mengatakan pemerintah belum siap untuk membahas RUU PAS.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
Adies Kadir.
Foto: Istimewa
Adies Kadir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir menjelaskan, revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (RUU PAS) sudah mencapai pembahasan tingkat dua pada periode lalu. Kemudian, karena ada polemik terkait revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), pengesahannya urung terlaksana.

Kini, RUU PAS sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Namun, pemerintah disebutnya belum siap melanjutkan pembahasannya, padahal RUU tersebut adalah carry over dari periode lalu.

Baca Juga

"Komisi III sudah mengirim surat kepada pemerintah, itu kalau tidak salah lima kali Kemenkumham untuk segera memulai kita bahas undang-undang tentang PAS, tetapi kembali lagi pemerintah menjawab belum siap," ujar Adies di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta.

Jika disahkan, RUU PAS disebut dapat sedikit menyelesaikan masalah yang ada di lembaga pemasyarakatan (lapas). Terutama terkait kapasitas berlebih atau over capasity warga binaan.

"Kita kalau bicara ini tidak bisa bicara sekarang, hulu ke hilir harus dibahas semua," kata Adies.

Menurutnya, permasalahan lapas tak bisa diselesaikan hanya dengan membangun lapas baru. Karena masih ada masalah persoalan terkait kemanusiaan yang perlu diselesaikan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Bagaimana caranya ini menjaga orang sekian banyak, pendekatan kekeluargaan ini juga harus dibenahi dulu yang ada aja SDM-nya belum siap mau nambah lagi lapas," ujar Adies.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani melihat permasalahan di lembaga pemasyarakatan (lapas) saat ini sudah dalam tahap akut. Perlu pembenahan dari struktur hingga budaya hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

"Harus dibenahi struktur hukumnya, yaitu kelembagaannya, kelembagaan itu sendiri. Lalu harus dibenahi menurut teori sistem hukum, yaitu budaya hukumnya," ujar Arsul.

Dari budaya hukum, ia menilai penegakan hukum saat ini menjadi salah satu penyebab terjadinya kapasitas berlebih atau over capacity di lapas. Terutama pada kasus narkoba, ketika penggunanya juga dijebloskan ke dalam penjara, bukan direhabilitasi. 

Hal tersebut terlihat dari jumlah data yang diperoleh Komisi III, di mana jumlah tahanan narkoba di lapas mencapai 50 persen. Sehingga wajar jika banyak lapas mengalami kapasitas berlebih dari puluhan hingga ratusan persen. 

"Budaya penegakan hukum kita, budaya penegakan hukum kita belum murni dan konsekuen sesuai dengan politik hukum yang kita letakkan," ujar Arsul. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement