Rabu 15 Sep 2021 14:36 WIB

Ekonominya Kuat, China Mau tak Mau Disambut Baik

Kalaupun ada investasi China, Indonesia juga buka pintu untuk negara lain.

Politikus Partai Golkar Dave Laksono . (foto ilustrasi)
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Politikus Partai Golkar Dave Laksono . (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi I DPR RI, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, mengatakan China telah menjadi kekuatan ekonomi di dunia, sehingga harus disambut dengan baik. Hal terpenting, Indonesia tidak boleh tergantung pada negara lain.

“Saat ini China cukup maju dalam bidang ekonomi, yang menjadikan seluruh negara di dunia mau bekerja sama,” kata Dave dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (15/9). China, lanjut dia, adalah bagian dari Asia sehingga pengaruhnya signifikan di kawasan.

Meski demikian, menurut Dave, Indonesia tidak bergantung dengan China. Kalau pun ada investasi, pertumbuhan ekonomi bukan faktor satu negara saja, melainkan dari beberapa sektor, sehingga Indonesia dalam investasi    tidak berdasarkan dari China saja.

Dengan membuka pintu untuk investasi China, Dave melihat tidak bakal merugikan hubungan bisnis dan investasi Indonesia dengan negara-negara lain. Misalnya, Amerika, Jepang dan lainnya.

Menurut Ketua Umum Kosgoro 1957 periode 2021-2026 itu, harus diluruskan tentang isu miring terkait pembangunan infrastruktur dari investasi    China. Menurutnya, negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan lainnya juga banyak berinvestasi di bidang infrastruktur di Indonesia.

Mengenai isu komunisme yang sering dikaitkan dengan China, Dave mengatakan,  Indonesia memiliki pertahanan yang baik untuk menghalau semua ideologi yang tidak sesuai dengan Indonesia. “Pastinya masyarakat sudah sadar dan tidak ingin ideologi bangsa diubah,” ungkapnya.

Terkait dengan isu adanya dugaan rivalitas Amerika dengan China di balik mencuatnya lagi isu asal muasal pandemi Covid-19, Dave mengatakan, kemungkinan itu ada aja. Terlebih jika sudah berbicara tentang politik. Tetapi, menurut Dave Laksono, perlu dipahami bahwa konstelasi geopolitik dunia sekarang mengalami perubahan besar.

“AS–China memang tegang belakangan ini, namun itu di bidang perdagangan saja. Tentunya, dampaknya di perdagangan dunia. Sementara itu isu Laboratorium Wuhan sebagai asal virus Corona masih dalam banyak investigasi dan dugaan. Perlu kiranya melihat perkembangan ke depan. Yang terpenting sekarang, bagaimana penanganan Covid-19 dan distribusi vaksin merata di seluruh dunia,” kata Dave.

Seperti diberitakan sebelumnya, kembali isu Wuhan di tengah pandemi Covid-19, membuat China tidak bisa menyembunyikan kemarahannya. Beijing tidak bisa menerima aksi World Health Organization (WHO) didukung Amerika yang berusaha membuka kembali penyelidikan dengan alasan untuk mengusut asal muasal virus SARS-CoV-2 itu.

Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) mendesak penelusuran terkait asal virus Corona yang menyebabkan pandemi Covid-19 itu diperluas ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat. Ini respons Beijing atas laporan intelijen AS yang dianggap tidak meyakinkan. Lembaga ini menyatakan, AS telah memobilisasi aparat intelijennya, bukannya lembaga profesional, untuk menyelidiki asal-usul virus Corona baru tersebut.

Laporan AS tentang asal-usul Covid-19 yang dibuat tim intelijen AS dan dirilis sebagian pada Jumat (13/8/2021), mengatakan bahwa komunitas intelijen AS tetap terbelah terkait kemungkinan asal Covid-19. Wakil Menteri NHC, Zeng Yixin, mengatakan, melacak asal-usul Covid-19 adalah pekerjaan ilmiah. Oleh karena itu, pemerintah China selalu menyatakan, pekerjaan itu harus dengan cara ilmiah. China menentang untuk mempolitisasinya.

Dilaporkan bahwa para ahli internasional dari misi bersama WHO-China pada studi asal mengatakan tidak ada bukti yang mendukung teori kebocoran laboratorium dan meningkatkan hipotesis ini menunjukkan, studi asal dipolitisasi. Ini menguatkan argumen China soal adanya binatang kelelawar yang membawa vaksin Corona itu ke manusia, sampai kemudian meluas seperti saat ini.

Yang penting dicatat, bagi China, studi asal-usul virus itu adalah masalah ilmiah yang membutuhkan kerja sama ilmuwan global. Ini adalah konsensus mayoritas negara dan komunitas sains. Langkah AS yang mengandalkan aparat intelijennya alih-alih ilmuwan untuk melacak asal-usul Covid-19 dinilai hanya akan merusak studi asal-usul berbasis sains dan menghambat upaya global untuk menemukan sumber virus Corona tersebut secara lebih bermartabat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement