Sosok Bu Nuri yang Menarik Hati Menteri Nadiem
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, saat berbincang sebelum bermalam di rumah seorang calon Guru Penggerak angkatan ketiga, Khoiry Nuria Widyaningrum, di Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (13/9) malam). | Foto: Dok. Kemendikbudristek
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menteri Pendidikan, Kebudayaa, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, Dalam kunjungan kerjanya di DIY, sempat bermalam di rumah salah satu calon Guru Penggerak, Khoiry Nuria Widyaningrum atau akrab disapa Nuri, Senin (13/9). Nuri merupakan seorang guru di SDN Jetisharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nuri mengaku perasaannya campur aduk, senang sekaligus terharu, tidak menyangka seorang menteri menginap di rumahnya yang sederhana. Terlebih, selama ini biasanya kunjungan kementerian dilakukan di sekolah yang berlangsung sebentar dan formal.
Nadiem sendiri menginap di rumah orang tua Nuri yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya yang ditinggali bersama suami dan seorang anaknya yang masih kelas empat. Suami Nuri juga seorang guru yang mengajar di SD Muhammadiyah Domban III.
Jarak rumah yang dekat membuat Nuri memang turut bertugas mengurusi kedua orang tuanya karena saudara-saudaranya yang lain sudah menikah. Nadiem, berkesempatan menginap di salah satu kamar yang dulunya merupakan kamar salah satu adik Nuri.
Uniknya, Nuri memang tidak pernah diinfokan akan kedatangan menteri, dan hanya diberi tahu ada tim monev yang akan mengunjunginya sebagai calon guru penggerak. Tim dari kementerian hanya meminta izin jika boleh ada 3-5 orang yang menginap.
"Itu paginya saya WA ke dia (tim monev), saya hari ini ada acara, nanti kalau mau menginap silakan datang ke rumah, pintu selalu terbuka, ada ibu dan bapak. Saya pikir sudah seperti teman saja mau menginap, ternyata benar-benar di-prank saya," kata Nuri kepada Republika, Rabu (15/9).
Nuri sendiri memang sosok pengajar yang bisa dibilang tidak biasa. Hal itu bisa terlihat jika sudah melakukan pembicaraan tentang pendidikan, yang mana, Nuri memiliki pola pikir cukup terbuka terhadap metode-metode pembelajaran baru.
Walau harus mengikuti sistem seperti guru-guru pada umumnya, mengajar mulai 07.00-12.00, Nuri berusaha menerapkan metode yang memicu kemauan anak didiknya belajar. Itu bisa dilihat dari semangat murid-murid kelas lima SDN Jetisharjo masuk kelas.
Padahal, di SDN Jetisharjo sendiri Nuri bukanlah guru lama karena baru bergabung sejak 2019. Bersama beberapa rekannya yang satu pemikiran, Nuri pelan-pelan mampu mengubah sekolah yang terancam hanya mampu menarik satu kelas jadi lebih diminati.
Hal inilah yang sempat diceritakan ke Nadiem ketika menginap di rumahnya. Menurut Nuri, ada beberapa kesamaan dengan apa yang hendak dicapai Mendikbud, yang ingin sistem pendidikan berpusat kepada siswa, menjadikan kepentingan anak nomor satu.
Artinya, lanjut Nuri, guru-guru tidak lagi menghamba kepada administrasi, hanya fokus mengejar kepentingan karier pribadi atau meningkatkan pendapatan. Sehingga, dalam mengemban dan menjalankan tugas harus lebih memikirkan dampak kepada siswa.
"Jadi, saya kasih masukan-masukan, ternyata Mas Menteri suka, karena terus terang dan ini sejalan dengan konsep Mas Menteri, malah kemarin itu sampai tos-tosan," ujar Nuri.
Pola pikir ini tidak muncul tiba-tiba. Sejak Nuri masih menjadi Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Mantaran di Sleman, ia melihat sangat sulit menemukan siswa Indonesia yang mau berada lama di sekolah. Sebagian besar merasa berat, bahkan kerap telat.
Dari sana, Nuri meluangkan waktu mencari metode-metode yang bisa mengubah sekolah menjadi tempat yang menyenangkan. Itu dinilai penting agar anak-anak tidak merasa terbebani yang membuat mereka berusaha menghindari kegiatan-kegiatan di sekolah.
Hal itulah yang selama dua tahun terakhir Nuri coba terapkan di SDN Jetisharjo, membuatnya menjadi sekolah yang menyenangkan bagi anak-anak untuk datang. Ini jadi tantangan tersendiri mengingat metode yang baru dan Nuri bukan kepala sekolah.
Untuk itu, Nuri merasa, yang bisa dilakukannya melangkah saja terlebih dulu dari ekosistem kelasnya. Setelah itu, barulah sedikit-sedikit perubahan yang ada dibawa lagi kepada kegiatan-kegiatan sekolah, sehingga bisa lebih dirasakan secara luas.
Pola pikir positif itulah yang dibawanya setiap hari, setiap kali mengendarai motornya ke sekolah, dan setiap bertemu 22 anak murid di kelasnya. Ia mengaku bersyukur, sedikit demi sedikit ada rekan-rekan pengajar lain yang seirama.
"Memang belum semua, tapi sudah ada beberapa guru-guru yang bisa saya tarik, yang kebetulan satu frekuensi," kata Nuri.
Nuri sempat pula bergabung ke Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) pada 2017. Nuri menemukan, ternyata ada zona-zona yang bisa dikelola berbeda lewat kegiatan-kegiatan tanpa menimbulkan stres, sehingga memicu minat siswa berlama di sekolah.
Pada awal 2018 lalu, Nuri malah sudah meluncurkan program literasi lewat kegiatan unik di SD Muhammadiyah Mantaran. Tiap pagi ada tadarus juz amma dan artinya, dan 15 menit sebelum mulai pelajaran diisi guru-guru atau murid-murid membaca cerita.
Cerita bisa terkait ayat-ayat yang dibaca agar anak-anak tidak cuma membaca, tapi memahami yang dibaca. Bahkan, peluncuran ditandai parade kostum literasi murid-murid dan kelas parenting orang tua, yang membuat suasana sangat menyenangkan.
Jadi, anak-anak datang menggunakan kostum-kostum dari buku-buku cerita yang mereka baca di rumah. Kemudian, orang tua dilibatkan sekaligus untuk mengisi pohon-pohon literasi agar mereka dapat memberi saran dan kritikan atas program literasi ini.
Nuri berpendapat, guru-guru memang tidak bisa lagi hanya mengajar, tapi perlu membuat strategi pembelajaran yang bisa membuat anak-anak lebih bersemangat. Ia melihat, suasana seperti itu akan membuat mereka lebih mudah menerima materi.
"Sebab, guru yang sukses mengajar itu yang mampu membuat anak bahagia mengikuti proses pembelajaran setiap hari, merasa tidak bosan, merasa rindu pelajarannya," ujar Nuri.