REPUBLIKA.CO.ID, QUESHAN -- Angkatan bersenjata China menyelesaikan latihan militer multinasional pertama mereka dengan pasukan penjaga perdamaian dunia, Rabu (15/9). Negeri Tirai Bambu memamerkan kemampuan tempur dengan drone dan pembersih ranjau mereka.
Namun, di saat yang sama ingin memperlihatkan kesan yang lebih ramah. Raksasa Asia itu telah memodernisasi dan meningkatkan kemampuan militer dengan menggelontorkan miliaran dolar AS setiap tahunnya ke anggaran pertahanan.
China juga ingin memastikan pada negara-negara lain kekuatan militer mereka untuk tujuan baik bukan ancaman. Sekitar 1.000 pasukan China, Pakistan, Mongolia dan Thailand mengikuti latihan di pangkalan militer Tentara Pembebas Rakyat (PLA) China di Kabupaten Queshan, Provinsi Henan.
Walaupun dari empat negara tapi sebagian besar tentara yang mengikuti latihan itu beretnis China, latihan gabungan tersebut diberi kode nama 'Shared Destiny 2021.'
"(Tujuan latihan untuk menekankan posisi China) sebagai penjaga perdamaian dunia dan ketertiban internasional," kata pakar pasukan penjaga perdamaian dunia China, Kolonel Senior Lu Jianxin, Rabu (15/9).
Sekelompok tentara yang ditempatkan di depan para wartawan memeragakan bentrokan antara teroris dan pasukan penjaga perdamaian di negara fiktif yang bernama Carana. Latihan ini berdasarkan insiden tahun 2016 di Mali ketika penjaga perdamaian China diserang dan satu orang tewas.
Para tentara memperagakan ulang serangan lain yang juga terjadi pada 2016 di Sudan Selatan, ketika pasukan penjaga perdamaian harus melindungi warga sipil yang terkepung dalam pertempuran antara faksi. Skenario yang lain drone berdengung menemukan bom-bom di medan tempur yang lalu dibuang oleh robot. Drone-drone juga berfungsi sebagai speaker dan melepaskan selembaran warna-warni yang meminta orang-orang berhenti bertempur.