Rabu 15 Sep 2021 17:24 WIB

Soal SKB 3 Menteri Soal Ahmadiyah Dicabut, Ini 4 Catatan MUI

MUI meminta Kemenag tak mencabut SKB 3 Menteri soal Ahmadiyah

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Utang Ranuwijaya menjadi pembicara saat Fokus Grup Diskusi di MUI, Jakarta, Kamis (26/10).
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Utang Ranuwijaya menjadi pembicara saat Fokus Grup Diskusi di MUI, Jakarta, Kamis (26/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Utang Ranuwijaya, mengatakan, isu rencana pencabutan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri perihal Ahmadiyah harus dihentikan. 

"Isu rencana pencabutan SKB 3 Menteri oleh Pemerintah soal Ahmadiyah menurut saya itu harus dihentikan. Sebaliknya, justru ke depan harus diperkuat pengawasan terhadap penerapan SKB ini, jika ingin melindungi semua pihak," kata Prof Utang pada Rabu (15/9). 

Baca Juga

Menurut Prof Utang, isu tersebut harus dihentikan, kecuali apabila isunya pelarangan Ahmadiyah bisa diwacanakan. Hal ini karena menurutnya Ahmadiyah merupakan aliran sesat yang menodai Islam. 

"Umat Islam akidahnya dilindungi dari penyesatan dan pemurtadan, dan Ahmadiyah keberadaannya bisa terjaga," kata dia. 

Prof Utang mengatakan, terdapat beberapa pertimbangan mengapa isu ini harus dihentikan, dan sejatinya tidak boleh ada pikiran untuk mencabut SKB ini.

 Hal ini karena yang pertama, jika dicabut mudharatnya bagi umat Islam sangat besar, yakni terjadinya penyesatan dan pemurtadan terhadap umat Islam dengan segala cara, dan tidak ada manfaatnya sama sekali.  

Kedua, yang sudah merespons soal kajian terhadap SKB 3 Menteri ini baru Kementerian Agama (Kemenag). Itu pun baru sebatas rencana kajian, dan belum berbicara soal mencabut atau tidak mencabut SKB tersebut.  

"Kalaupun akan dilakukan kajian, yang paling penting adalah mendesain bagaimana caranya agar semua pihak memahami pentingnya rukun dan damai dalam beragama dengan tidak terjadi adanya penyesatan dan pemurtadan, yang akan mengakibatkan terjadinya benturan dan kerawanan sosial," ucap Prof Utang. 

Ketiga, jika dilihat dari paradigma hukum, SKB 3 Menteri adalah produk ketiga kementerian. Menurut Prof Utang, tidak elok produk tiga Menteri akan dicabut oleh satu Menteri.  

Keempat, jika dilihat ke belakang, munculnya SKB 3 Menteri ini sebagai jalan tengah hasil pendekatan kementerian agama. Terutama dengan mempertimbangkan keberadaan Ahmadiyah pada saat itu.  

"Sebenarnya pada rapat Bakorpakem (Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan) 2008 yang waktu itu penulis hadir mewakili MUI sepakat untuk mengusulkan kepada pemerintah agar Ahmadiyah ini dilarang di Indonesia mengingat Ahmadiyah adalah aliran sesat di luar Islam, tapi mengaku Islam, berdakwah kepada umat Islam, menodai ajaran-ajaran Islam dan mengacak-acak kitab suci Alquran. Ini jelas perbuatan tindak pidana penodaan agama," paparnya. 

"Akan tetapi tidak jelas apa pertimbangannya, usul pelarangan itu dari kepresidenan diserahkan kepada Kementerian Agama untuk dikaji dan dilakukan pendekatan-pendekatan yang kemudian lahir SKB 3 Menteri tersebut," lanjut Prof Utang.      

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement