Rabu 15 Sep 2021 17:43 WIB

KPK Bantah Percepat Pemecatan 51 Pegawai tak Lolos TWK

Wakil ketua KPK berkelakar penyelesaian yang cepat merupakan hal baik.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah telah dengan sengaja mempercepat pemecatan terhadap 51 pegawai lembaga antirasuah. KPK mengatakan, pemberhentian para pegawai tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) itu dilakukan dalam rentang waktu yang ditentukan.

"KPK dimandatkan berdasarkan Pasal 69 b dan pada Pasal 69 c UU nomor 19 tahun 2019 itu (peralihan pegawai jadi ASN) paling lama 2 tahun," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Rabu (15/9).

Baca Juga

Konstitusi nomor 19 tahun 2019 atau UU revisi KPK resmi diundangkan pada 17 Oktober 2019 lalu. Artinya, ia mengatakan, KPK masih melakukan pemberhentian tersebut dalam rentang waktu yang sesuai.

Dia mencontohkan, seseorang yang melaksanakan sekolah dengan batas waktu maksimal empat tahun tetapi dapat diselesaikan lebih cepat. Dia berkelakar, penyelesaian yang cepat itu merupakan hal baik.

"Namanya paling lama, Anda boleh menyelesaikan sekolah maksimal 4 tahun kata orang tuanya, paling lama, kalau bisa satu tahun kan alhamdulilah," kata Ghufron.

Dia mengeklaim, KPK telah berkoordinasi dengan pemerintah dalam hal ini Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) terkait hasil TWK. Dia mengatakan, rapat koordinasi dengan kedua lembaga tersebut dilakukan pada 13 September lalu usai MK dan MA mengeluarkan putusan.

"Karena kami ingin memberikan keputusan itu berdasarkan hukum yang kuat karena permasalahan ini diajukan lembaga negara yang memiliki kompetensi yakni ke MK dan MA," katanya.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, lembaganya memiliki waktu dua tahun untuk melakukan peralihan status seluruh pegawai menjadi ASN. Dia mengeklaim, KPK hanya melaksanakan amanat undang-undang.

“Jadi tidak ada istilah percepatan atau perlambatan sesuai keputusan saja," singkatnya.

Seperti diketahui, TWK menjadi salah satu syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN berdasarkan UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Padahal, ditemukan banyak kecacatan administrasi dan pelanggaran HAM selama proses tes tersebut dilaksanakan.

TWK yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan tes tersebut.

Dalam perkembanganya, dari 75 pegawai TMS itu, sebanyak 24 dinyatakan masih dapat dibina kembali sedangkan 51 sisanya dipastikan tidak lolos dan tidak bisa dibina ulang, didalamnya termasuk Novel Baswedan dan pegawai berintegritas lainnya.

Kendati demikian, dalam konferensi pers terkait pemberhentian pegawai itu, KPK tidak menyebut pertimbangan Ombudsman dan Komnas HAM. Pimpinan KPK hanya berpegang serta menyinggung putusan MA dan MK yang menyatakan pelaksanaan TWK sah. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement