REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Keamanan Online SAFENet Banimal melihat adanya sikap masyarakat yang cenderung abai dengan penyerahan data saat mengunduh aplikasi. Padahal, tidak ada obatnya atau pemadam kebakaran apabila data tersebut sudah bocor.
Imal melihat kondisi tersebut terjadi pada masyarakat yang saat ini sudah tidak acuh mendengar, kalau datanya semisal dimiliki oleh media sosial Facebook atau aplikasi lainnya. Padahal, data pribadi tidak bisa dianggap sepele. Menurutnya, banyak orang yang tidak peduli dengan tahap permintaan akses, karena yang terpenting aplikasinya bisa terunggah tanpa menimbulkan masalah.
"Tidak ada obatnya apabila data akhirnya bocor. Tunggu ada kasus dulu baru teriak-teriak, masalahnya kalau data sudah bocor tidak ada obatnya, tidak ada pemadam kebakarannya," katanya di diskusi virtual bertema Keamanan Data Surveilans Digital untuk Kesehatan Masyarakat secara virtual, Rabu (15/9).
Imal menyontohkan pada data warga pada aplikasi PeduliLindungi yang sudah tersebar. Meskipun bisa dihapus di pusat perdagangan data, namun tidak menutup kemungkinan adanya orang yang sudah memilikinya. "Di sini konsen utamanya ketika kita mau bicara tentang data dari diri kita sendiri hal-hal terkecil data kita apa, sepele, remeh temeh, kalau kita membiasakan dengan hal itu ketika menginstall itu," katanya.
Menurutnya, aplikasi PeduliLindungi tak benar-benar melindungi pengunduhnya. Padahal, ia mengingatkan data itu punya kekuatan, punya nilai, dan bisa jadi senjata. Namun, ia menyoroti sikap abai masyarakat itu juga kerap membuat hal-hal yang sebetulnya penting namun malah ditanggapi dengan biasa saja.
Ia menyontohkan ketika masyarakat mengunduh sebuah aplikasi, pasti akan diminta untuk membuka akses kamera, lokasi, hingga dokumen dalam ponsel. Padahal, ia menilai itu seharusnya tidak terlalu urgen. Sayangnya, hanya ada sedikit dari masyarakat yang peduli dengan permintaan akses dari aplikasi tersebut.
"Kalau kita memikirkan sekarang, ya, ngapain Facebook saya harus tahu kontak saya? Kita tidak pernah melakukan itu. Kalaupun ada orang yang melakukan itu dari 100 cuma ada dua atau tiga orang (yang peduli)," ujarnya.