REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memperkuat peran riset untuk mendukung inovasi dan transformasi digital sektor jasa keuangan atau insurtech. Hal ini melihat kebutuhan konsumen khususnya generasi milenial yang sudah relatif mapan dari sisi finansial.
Deputi Direktur Pengawasan Asuransi II OJK Kristianto Andi Handoko mengatakan OJK meningkatkan kapasitas SDM sektor jasa keuangan, mengembangkan pengaturan yang mendukung ekosistem sektor keuangan digital, serta mengakselerasi pengawasan berbasis teknologi informasi OJK dan pemanfaatan regulatory technology oleh lembaga jasa keuangan.
“Kondisi ini tentu menjadi peluang bagi asuransi agar bertransformasi ke arah digital,” ujarnya saat webinar Infobank ‘Prioritas Kesehatan Masyarakat di Masa Pandemi, Asuransi Gencarkan InsurTech’ seperti dikutip Kamis (16/9).
Berdasarkan data OJK, pada Juli 2021 tingkat penetrasi asuransi sebesar 3,11 persen. Angka ini meningkat dibandingkan akhir 2020 sebesar 2,92 persen. Kemudian total premi asuransi umum dan jiwa yang didistribusikan melalui digital (insurtech) sebesar Rp 6,0 triliun pada Juli 2021. Angka ini terhitung menyumbang porsi sebesar 3,94 persen terhadap total premi asuransi umum dan jiwa nasional.
Selanjutnya premi insurtech disalurkan melalui beberapa jalur, yaitu melalui pemasaran langsung senilai Rp 1,8 triliun, agen asuransi senilai Rp 3,14 triliun, bancassurance senilai Rp 0,15 triliun, BUSB (perusahaan pembiayaan) senilai Rp 0,29 triliun, BUSB (lainnya) senilai Rp 0,07 triliun, dan pialang asuransi senilai Rp 0,54 triliun
Menurut Andi distribusi premi asuransi umum dan jiwa secara digital mengalami peningkatan jika dibandingkan Mei dan Juni 2021. Selain itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan kesehatan semakin meningkat selama pandemi.
“Insurtech akan meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan dan tentunya teman-teman industri harus semakin memperbaiki, terutama dari sisi teknologi informasi," ucapnya.
Sementara itu, Direktur Allianz Life Indonesia Bianto Surodjo menambahkan jika ingin melakukan penjualan melalui platform digital, maka perusahaan asuransi harus terlebih dahulu memulai dengan produk yang relatif lebih sederhana.
"Kalau bicara tentang produk retail memang sedikit berbeda dari general insurance. Allianz memanfaatkan platform digital yang populer di pasaran, baik platform Allianz sendiri, maupun platform asuransi seperti PasarPolis, platform e-commerce seperti bukalapak, dan platform ride-hailing seperti Gojek," ucapnya.
Menurutnya perusahaan juga melakukan kolaborasi dengan pelaku usaha digital, selama ini Allianz juga menjangkau nasabah dengan produk-produk inovatif. “Bukan hanya channelnya, produk juga penting. Misalnya untuk driver Gojek kita luncurkan asuransi kesehatan dengan premi Rp 2.300 per hari. Ini sangat sesuai dengan income para driver tersebut. Melalui kerja sama tersebut, akses terhadap customer akan lebih luas dengan waktu yang lebih singkat," ucapnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Dalimunthe melihat peluang dari insurtech akan semakin besar. Adapun potensi tersebut turut didorong oleh beberapa hal, yakni pengguna internet di Indonesia yang semakin meningkat dan masyarakat juga semakin memikirkan bagaimana cara memitigasi risiko yang lebih besar masa pandemi.
“Hal ini (faktor pendorong) ditunjang oleh demografi masyarakat yang berusia produktif sekarang itu. Consumer behavior juga akan berubah, baik nanti pascapandemi pun akan seperti itu. Selain itu, inklusi keuangan juga akan semakin bagus, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” ungkapnya.
Kepala Departemen Insurtech Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hengky Djojosantoso menjelaskan, tren asuransi kesehatan semakin membaik selama masa pandemi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah premi yang didistribusikan industri serta jumlah klaim yang makin rendah sejak 2019 hingga paruh pertama tahun 2021.
Menurutnya penyaluran premi asuransi kesehatan pada 2020 sebesar Rp 11,74 triliun atau meningkat 11 persen secara tahunan. Pada kuartal II 2021, premi sebesar Rp 7,39 triliun atau lebih dari 50 persen dari tahun sebelumnya.
Adapun total pembayaran klaim juga menurun setiap tahunnya. Pada 2020, pembayaran klaim asuransi kesehatan kumpulan maupun perorangan sebesar Rp 9,88 triliun. “Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan premi yang didapat dan menurun jika dibandingkan klaim 2019 sebesar Rp 11,71 triliun. Sedangkan, total pembayaran klaim hingga pertengahan pada 2021 sebesar Rp 5,41 triliun,” ucapnya.
Ke depan dia memprediksi secara industri asuransi kesehatan semakin sehat. Hal ini karena premi meningkat dan klaimnya menurun. “Harapan kita tren ini akan sustainable terus, sehingga masyarakat teredukasi tetapi juga tidak melakukan abuse atau moral hazard terhadap produk asuransi kesehatan," ucapnya.