REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengemukakan, belanja yang dikeluarkan pemerintah pada sektor kesehatan rata-rata Rp 490 triliun per tahun. Jumlah ini termasuk nominal yang sangat besar sebab dipengaruhi faktor kuratif.
"Memang, belanja kesehatan kalau dilihat secara nasional itu besar sekali. Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah sebagian dari antaranya," kata Budi Gunadi Sadikin saat menghadiri agenda Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI yang diikuti secara virtual dari Jakarta, Kamis (16/9).
Budi mengatakan, selain alokasi belanja melalui BPJS Kesehatan, masih ada alokasi belanja kesehatan secara nasional melalui sektor privat maupun pemerintah daerah yang besarnya hampir sama. Bahkan ada yang lebih dari belanja BPJS Kesehatan.
"Angka Rp 490 triliun untuk belanja kesehatan setiap tahunnya ini merupakan suatu belanja yang dominan yang dikeluarkan oleh masyarakat kita," katanya.
Menurut Budi, situasi yang sama juga terjadi hampir di seluruh negara dengan pertumbuhan belanja kesehatan yang selalu di atas pertumbuhan ekonomi perkapita suatu negara. Menurut Budi, pemerintah saat ini sedang dihadapkan pada tantangan menekan angka pengeluaran belanja secara efektif dan seefisien mungkin di sektor kesehatan.
Budi melaporkan hasil analisis Kementerian Kesehatan pada pengeluaran belanja kesehatan di sejumlah negara. "Kalau kita lihat belanja seluruh rakyat Indonesia, itu masih banyak terkonsentrasi di rumah sakit dan seperti kita ketahui belanja di sisi kuratif itu jauh lebih mahal dan lebih tidak efektif dibandingkan dengan belanja di sisi promotif dan preventif," katanya.
Salah satu contohnya seperti belanja pemerintah sepanjang pandemi Covid-19 melanda Tanah Air. "Kalau kita promotif preventif menjaga agar kita tetap sehat, kita cukup beli masker, vitamin C, vitamin D dan kalau ada zinc sedikit dan sepatu olahraga agar hidup kita sehat," katanya.
Menurut Budi, pengeluaran untuk kebutuhan harian perorangan tersebut mungkin tidak sampai Rp 1 juta dalam sebulan untuk membuat kondisi seseorang tetap sehat dan tidak terkena Covid-19.
"Tapi kalau kita ingin menyembuhkan dari Covid-19, tindakan kuratif dari Covid-19 kalau sudah kena, kalau ringan setidaknya masuk rumah sakit pakai (obat terapi) remdesivir sudah puluhan juta. Kalau lebih parah lagi butuh Actemra bisa butuh ratusan juta," katanya.
Menurut Budi, intervensi kesehatan pada sektor promotif dan preventif akan jauh lebih murah, bahkan dapat membuat rakyat menjadi lebih nyaman. "Karena sebagus apapun kamar rumah sakit, ya orang lebih senang tinggal di rumah. Itu yang belum kelihatan dari belanja kesehatan di pemerintah di negara kita," katanya.