REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Brain check up atau skrining otak rutin merupakan salah satu cara untuk mencegah aneurisma. Kondisi yang membuat dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol (ballooning) itu umumnya tak bergejala.
Aneurisma diperkirakan dialami satu orang setiap 18 menit. Sekitar 500 ribu orang meninggal setiap tahunnya karena kondisi akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut.
"(Aneurisma) tidak bergejala. Suatu saat dia pecah, fatal. Kami anjurkan check up, datang ke rumah sakit check-up, MRI," kata Kepala Neurosurgeon Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) Prof. DR. Dr. Mahar Mardjono, Jakarta, Dr. Abrar Arham, Sp.BS, dalam diskusi media secara daring bertajuk "Flow Diverter", "Penanganan Pecah Pembuluh Darah Otak Tanpa Pembedahan", Kamis.
Menurut Arham, masyarakat berusia di atas 40 tahun bisa mulai melakukan pemeriksaan. Namun, bila Anda tiba-tiba merasa sakit kepala hebat atau bahkan kehilangan kesadaran, segeralah berkonsultasi ke dokter agar cepat mendapatkan penanganan.
Hal ini seperti yang dialami aktor Dallas Pratama (37) pada tahun 2015. Suami dari selebritas Kaditha Ayu itu pernah mengalami koma akibat pecahnya pembuluh darah otak bagian kiri, yang diawali sakit kepala seperti ditusuk-tusuk.
Kaditha mengatakan, sang suami juga mengalami muntah dan sempat tak sadarkan diri. Dia lalu membawanya ke fasilitas kesehatan dan suami ditangani dengan tindakan coiling, yakni memasukkan coil melalui akses pembuluh darah ke lokasi target, sehingga darah tidak lagi masuk ke dalam kantong aneurisma yang pecah tersebut.
Coiling aneurisma tergolong teknik minimal invasif endovaskular dan menjadi pilihan penanganan aneurisma selain operasi bedah mikro. Tindakan endovaskular sendiri kini sudah mengalami perkembangan, salah satunya pemasangan cerebral flow diverter dengan angka keberhasilan hingga 95 persen.