Kamis 16 Sep 2021 19:04 WIB

Arab Saudi Tolak Laporan Negaranya Langgar HAM di Yaman

Laporan menyebut pelanggaran serius terhadap HAM dilakukan pihak berkonflik di Yaman

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Bendera Arab Saudi
Foto: AP/Amr Nabil
Bendera Arab Saudi

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi menolak temuan laporan yang menuduh semua pihak dalam konflik Yaman melanggar hak asasi manusia. Perwakilan tetap kerajaan untuk PBB, Abdulaziz Al-Wasel, mengatakan laporan itu dipolitisasi.

Al-Wasel terlibat selama sesi dialog interaktif yang diadakan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk membahas laporan tahunan keempat di Yaman pada Selasa (14/9). "Arab Saudi menolak mandat tim yang ditugaskan untuk menindaklanjuti situasi di Yaman dan tidak mengakui laporan dan hasil yang dipolitisasi yang dicapai melalui alat yang bias dan sumber yang tidak dapat diandalkan," katanya.

Baca Juga

Kantor berita resmi Arab Saudi SPA mengutip Al-Wasel yang mengatakan laporan dan praktik tim jelas menunjukkan kurangnya ketidakberpihakan. "Kerajaan menjadi sasaran serangan rudal oleh milisi teroris Houthi, menargetkan warga dan infrastruktur vital, tetapi tim menyatakan bahwa serangan ini bersifat militer," katanya.

Al-Wasel justru membalikkan jika tim pemantau justru bersikap bias. Mereka dipertanyakan tentang posisinya dalam penyelesaian krisis di Yaman.

Dalam laporan keempat kepada Dewan Hak Asasi Manusia, Kelompok Pakar Internasional dan Regional Terkemuka di Yaman mempresentasikan temuannya. Hasil tersebut menunjukkan pelanggaran serius terhadap hukum hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter internasional yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik di Yaman. Laporan berjudul "Sebuah bangsa yang ditinggalkan: Panggilan untuk kemanusiaan untuk mengakhiri penderitaan Yaman" dirilis pada 8 September dan mencakup periode dari Juli 2020 hingga Juni 2021.

Laporan tersebut menyoroti pembatasan kemanusiaan serta hambatan untuk mengakses makanan dan perawatan kesehatan, penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual, penyiksaan dan bentuk-bentuk lain dari perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, penolakan hak pengadilan yang adil, pelanggaran kebebasan fundamental, penganiayaan dan pelanggaran terhadap jurnalis, pembela hak asasi manusia, minoritas, migran, pengungsi internal dan pelanggaran hak-hak anak.

Dalam laporan tersebut, kondisi tersebut dilakukan oleh semua pihak dalam konflik. Pelanggaran dilakukan oleh Pemerintah Yaman, dewan transisi selatan, anggota koalisi dan otoritas de facto.

"Menyerukan negara-negara ketiga untuk berhenti memberikan dukungan senjata dan militer kepada pihak-pihak yang diberikan peran transfer tersebut dalam mengabadikan konflik dan berpotensi berkontribusi terhadap pelanggaran," ujar laporan tersebut. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement