Sabtu 18 Sep 2021 02:25 WIB

Ayah Sebagai Burhan Tuhan

Dari kisah Nabi Yusuf tergambar besarnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya.

Red: Gita Amanda
Ilustrasi ayah dan anak belajar mengaji
Foto: Republika/Yogi Ardi
Ilustrasi ayah dan anak belajar mengaji

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Founder Ekselensia Tahfizh School,

Direktur Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa

Ketika Yusuf ‘Alaihissalam menghadapi godaan dari oknum istri pejabat Mesir, kita bertanya apa yang menjadikan Yusuf ‘Alaihissalam mampu melepaskan diri dari situasi terjepit itu? Kita bisa membayangkan, ketika itu Yusuf ‘Alaihissalam dijebak dalam sebuah kamar, semua pintu dan jendela sudah tertutup rapat, di hadapannya ada perempuan cantik nan jelita, mengajaknya berbuat maksiat.

Sebagai pemuda, tentu ujian ini sangatlah berat. Dadanya bergemuruh. Darah mudanya bergejolak. Kesempatan terbuka lebar. Tidak akan ada yang tahu jika Yusuf menuruti rayuan perempuan itu.

Ketika dalam situasi terdesak itu, rupanya burhan Tuhan-lah yang menyelamatkan Yusuf. Apa burhan Tuhan itu? Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, saat itu tiba-tiba muncul dalam benak dan pikiran Yusuf, gambar wajah ayahnya, Nabi Yaqub ‘Alaihissalam dengan ekspresi yang sangat kecewa sambil menggigit jemarinya.

Dalam gambar itu, terlihat dan terdengar jelas oleh Yusuf, ayahnya berkata tegas, “Yusuf, Yusuf, akankah kau lakukan perbuatan keji ini, sedang namamu akan tercatat dalam deretan para nabi yang mulia. Yusuf, Yusuf, ingatlah sesungguhnya kau bin Yaqub ‘Alaihissalam, bin Ishaq ‘Alaihissalam, bin Ibrahim khalilurrahman. Akankah kau menodai garis keturunanmu yang mulia ini.”

Tergambar jelas dan terdengar nyata dalam benak dan pikiran Yusuf. Yusuf terhenyak dan tersadar. Ia tidak mungkin tega menyakiti hati ayahnya dan menodai kemuliaan bapak moyangnya. Ia segera melarikan diri untuk menyelamatkan imannya.

Dari sini, kita bisa belajar betapa besarnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya. Ketika suatu hari nanti, anak terdesak oleh godaan maksiat yang dahsyat, maka pada saat itulah anak bisa menghadirkan burhan Tuhan dalam hati dan pandangannya, yakni kesan yang kuat akan kesalehah ayahnya.

“Tidak sampai hati rasanya saya mengecewakan ayah yang demikian saleh dan baik,” demikian yang akan terekam dalam pikiran dan benak seorang anak. Sehingga, ia bisa mengambil sikap tegas menolak segala bentuk maksiat.

Masalahnya adalah ayah-ayah modern sekarang seringkali tidak hadir dalam kehidupan anak-anaknya. Maka, bagaimana bisa anak-anak menghadirkan burhan itu karena tidak ada kesan kesalehan dalam diri ayahnya? Ini berbahaya sekali. Maka, ayah hadirlah dalam kehidupan anak-anakmu karena Anda adalah burhan Tuhan di bumi.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement