Jumat 17 Sep 2021 18:36 WIB

ESDM: Harga Listrik dari EBT untuk Industri Lebih Murah

Pemerintah menyederhanakan proses pengadaan bisnis EBT untuk perluas kelistrikan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Pemerintah menjanjikan perlakuan berbeda untuk pengembangan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) yang akan memasok listrik industri, misalnya seperti di wilayah Kalimantan.
Foto: Pertamina
Pemerintah menjanjikan perlakuan berbeda untuk pengembangan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) yang akan memasok listrik industri, misalnya seperti di wilayah Kalimantan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menjanjikan perlakuan berbeda untuk pengembangan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) yang akan memasok listrik industri, misalnya seperti di wilayah Kalimantan. Rida Mulyana, Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pemerintah juga mendorong program renewable energy-based economic development (REBED) dan renewable energy-based industry development (REBID). 

REBED adalah program penggunaan EBT untuk memacu perekonomian wilayah termasuk di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Sedangkan REBID adalah pengembangan potensi EBT yang terintegrasi dengan pengembangan industri.

“Untuk daerah yang memiliki potensi EBT yang besar seperti di Kalimantan Utara, pengembangan EBT untuk sektor industri akan lebih kompetitif dan menarik. Dengan demikian, industri akan mendapatkan listrik yang lebih terjangkau,” kata Rida, Jumat (17/9).

Rida menjelaskan fokus pengembangan EBT di wilayah tertentu merupakan bagian dari strategi membangun kelistrikan tanah air. Strategi lainnya adalah dengan menarik investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT). Menurut Rida, pemerintah telah merevisi peraturan untuk menyederhanakan proses pengadaan dan membuat skema bisnis menjadi lebih terbuka.

“Saat ini kami sedang memfinalkan Peraturan Presiden mengenai pengembangan energi baru terbarukan (EBT),” ujar Rida.

Berikutnya mengembangkan smart grid serta mempromosikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap secara masif. Menurutnya, dibutuhkan peraturan baru agar pengembangan EBT lebih menarik.

Pemerintah juga berupaya untuk melakukan didieselisasi atau melakukan konversi pembangkit listrik diesel ke pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan. Untuk meningkatkan fleksibilitas jaringan (grid), Pemerintah merevisi grid code.

“Semua penyedia kelistrikan baik PT PLN (Persero) maupun pembangkit listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) harus mengikuti grid code yang baru,” ungkap Rida.

Lalu mengembangkan teknologi smart grid yang dapat meningkatkan keandalan pasokan listrik serta mengurangi susut (losses) dalam jaringan transmisi maupun distribusi. Menurut Rida dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030 PT PLN (Persero) porsi EBT dalam draft RUPTL tersebut meningkat dibanding RUPTL 2019-2028 yang masih di kisaran 30 persen.

“Untuk mencapai bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025, pemerintah memprioritaskan pembangkit EBT yang paling murah serta meningkatkan pengembangan PLTS karena harganya yang cenderung menurun,” ujar Rida.

Rida menyebut target Rasio Elektrifikasi (RE) dalam RUPTL 2021-2030 PT PLN (Persero) adalah tercapainya RE 100 persen pada 2022.

“Untuk mencapai target rasio elektrifikasi tersebut, pemerintah menjaga keseimbangan sistem untuk memastikan keandalan pasokan listrik,” kata Rida.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement