REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Sebanyak 40 lebih organisasi hak-hak sipil Muslim-Amerika pada Kamis (16/9) mengumumkan kampanye untuk memboikot pembangunan hotel internasional, Hilton Worldwide. Hotel tersebut rencananya akan dibangun di atas tanah bekas masjid Uighur di Hotan, Xinjiang yang dihancurkan paksa pada 2018 lalu.
Berbicara pada konferensi pers yang diadakan di depan markas Hilton di Virginia, Council on American-Islamic Relations (CAIR), mengatakan bahwa mereka telah bernegosiasi secara tidak langsung dengan grup hotel yang meminta mereka untuk bergabung. CAIR meminta mereka membatalkan rencana konstruksi, tetapi pembicaraan itu tidak berhasil.
"Hari ini, kami mengumumkan kampanye boikot global terhadap Hilton,” kata direktur eksekutif CAIR Nihad Awad dilansir dari Aljazirah, Jumat (17/9).
“Anda dan saya memiliki pilihan untuk memilih ke mana harus pergi dalam perjalanan Anda atau melakukan pertemuan bisnis atau mengadakan acara, pernikahan atau perjamuan,” kata Awad, seraya menambahkan bahwa proyek tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berkontribusi pada penghancuran budaya Uighur.
Pemerintah China telah melakukan kampanye panjang untuk memusnahkan penduduk Uighur yang sebagian besar Muslim dengan penahanan massal, sterilisasi paksa, memisahkan anak-anak dari keluarga dan menghancurkan lokasi agama dan budaya. Pemerintah China membantah tuduhan internasional tersebut.
Situs yang memicu boikot adalah sebuah masjid di prefektur Hotan, yang dihancurkan pada 2018, yang rencananya akan diubah menjadi hotel Hampton Inn.
Awad mengatakan mereka diberitahu tentang proyek yang diusulkan pada awal Juni. Dan pada Juli, komisi Kongres Amerika Serikat bipartisan meminta Hilton Worldwide untuk tidak mengizinkan namanya dikaitkan dengan proyek hotel.
Menurut penelitian oleh lembaga Kebijakan Strategis Australia, sekitar 16 ribu masjid di 900 lokasi di Xinjiang hancur sebagian atau seluruhnya dan ini terjadi antara 2017 dan 2020.
Beberapa masjid yang masih berdiri pun tidak lagi memiliki menara masjid dan itu sengaja dihancurkan di tempat-tempat yang diawasi ketat oleh China.
Kehancuran telah diverifikasi laporan di lapangan, dan membandingkan foto satelit dari tahun-tahun sebelumnya hingga sekarang.
Para pejabat di Beijing mengatakan kepada kantor berita Reuters awal tahun ini bahwa tidak ada situs keagamaan di Xinjiang yang dihancurkan atau dibatasi secara paksa. China bahkan mengundang mereka untuk mengunjungi daerah tersebut.