REPUBLIKA.CO.ID, KABUL — Papan nama kementerian perempuan di Afghanistan kini telah berganti nama. Kini, papan nama di gedung yang menjadi tempat departemen bermarkas diganti menjadi ‘Pelayanan Doa dan Bimbingan Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan’.
Para karyawan perempuan yang datang bekerja selama beberapa pekan terakhir kini tidak lagi dapat memasuki kantor dan diminta kembali ke rumah. Gerbang gedung departemen perempuan tersebut sudah dikunci.
“Saya menjadi satu-satunya pencari nafkah di keluarga. Ketika kementerian ini sudah tak lagi ada, apa yang harus perempuan Afghanistan lakukan?” ujar seorang karyawan perempuan di kementerian perempuan Afghanistan, dilansir Irish Independent, Sabtu (18/9).
Taliban yang pernah berkuasa di Afghanistan pada 1996 hingga 2001 memberlakukan aturan bahwa perempuan dan anak perempuan tidak boleh bekerja dan pendidikan. Selama periode itu, terdapat Kementerian Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatannya dikenal sebagai polisi moral kelompok tersebut, menegakkan interpretasinya terhadap syariah yang mencakup aturan berpakaian yang ketat dan eksekusi serta cambuk di depan umum.
Namun, setelah menguasai kembali Afghanistan mulai pertengahan Agustus lalu, Taliban mengklaim bahwa akan menampilkan wajah yang lebih moderat. Kelompok ini berjanji menghormati hak perempuan dengan mengizinkan Kaum Hawa bekerja dan menempuh pendidikan.
Meski demikian, pada kenyataannya, dalam daftar jabatan kabinet yang diumumkan oleh Taliban pada 7 September, termasuk seorang pejabat menteri untuk mempromosikan kebajikan dan pencegahan kejahatan. Tidak disebutkan satupun nama menteri yang merupakan perempuan.
Bahkan, Taliban mengatakan semua siswa laki-laki kelas enam sampai 12 dan guru laki-laki di seluruh Afghanistan harus melanjutkan kegiatan belajar mengajar. Khususnya, pernyataan yang diterbitkan tidak termasuk anak perempuan di tingkat kelas tersebut.
Hal ini kemudian menyoroti kekhawatiran bahwa Taliban kembali memberlakukan pembatasan hak kepada perempuan di Afghanistan. Di beberapa provinsi, perempuan masih tidak diperbolehkan melanjutkan pekerjaannya, kecuali perempuan yang pernah bekerja di dinas kesehatan, rumah sakit, dan pendidikan.
Sementara itu, Perdana Menteri Pakistan telah bertemu dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi di Afghanistan. Pernyataan kementerian luar negeri kemarin mengatakan kedua pemimpin bertemu di sela-sela pertemuan Organisasi Kerjasama Shanghai di kota Dushanbe, Tajikistan.
Diskusi berpusat pada Afghanistan dan masalah bilateral lainnya, dengan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menggarisbawahi kepentingan vital negaranya di Afghanistan yang damai, stabil dan makmur.
Menurut pernyataan itu, Khan mengatakan penting untuk mengambil langkah-langkah mendesak untuk menstabilkan situasi keamanan, kemanusiaan dan ekonomi Afghanistan.
Sumber:
https://www.independent.ie/world-news/middle-east/taliban-axe-womens-ministry-in-favour-of-department-of-virtue-and-vice-40862409.html