REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu mengklarifikasi pernyataan kolega sesama partai, Krisdayanti ihwal pendapatan yang diterima anggota DPR. Salah satunya terkait dana aspirasi sebesar Rp 400 juta, yang sebetulnya adalah dana reses.
Dana reses, kata Masinton, didapatkan lima kali dalam setahun. Pencairan anggaran itu harus melalui mekanisme pengajuan, di mana setiap kegiatan dialokasikan anggaran sebesar Rp 20 juta.
"Kalau jumlah anggaran resesnya sama, Rp 20 juta per kegiatan. Kalau itu kenapa Rp 400 juta (setahun) berarti 20 kali kegiatan,” ujar Masinton dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (18/9).
Dana aspirasi sendiri adalah program kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat di daerah pemilihan. Kemudian disampaikan ke pemerintah dan nanti programnya didanai oleh APBN. Namun ia menjelaskan, alokasi dana aspirasi belum pernah disetujui oleh DPR hingga hari ini.
"Makanya beberapa perlu diluruskan. Jadi kalau Rp 140 juta itu kunjungan ke daerah pemilihan," ujar Masinton.
Ia menjelaskan, gaji anggota DPR jika ditotal mencapai Rp 60 jutaan per bulan. Terbagi dalam gaji pokok dan tunjangan-tunjangan.
"Kalau gaji pokok itu ya Rp 4 jutaan, Rp 4,2 juta per bulan. Kemudian ada juga tunjangan istri atau suami kalau perempuan itu, ada tunjangan anak, ada uang sidang, ada tunjangan jabatan ada tunjangan beras untuk empat orang gitu ya Rp 198.000 kira-kira," ujar Masinton.
Sedangkan untuk program di daerah pemilihan (dapil), ada hitungannya tersendiri. Sebab, tidak boleh ada dua jenis kegiatan berbeda di waktu bersamaan yang bisa dibiayai oleh APBN.
"Beda dengan gaji, automatically setiap bulan terima. Datang tidak datang segala macam itu diterima, kalau ini wajib dilaksanakan jadi itu tidak masuk dalam kategori penghasilan dan pendapatan anggota DPR," ujar Masinton.