REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai sikap anggota DPR Krisdayanti yang mengungkapkan gajinya selama menjadi legislator tidaklah buruk. Sebab, ia secara tak langsung membeberkan pendapatan anggota DPR yang sebelumnya tak diketahui publik.
"Saya kira sesuatu yang perlu diapresiasi. Kenapa, karena sudah cukup lama kita menunggu anggota DPR dengan mudah bisa memberi tahu ke publik berapa pendapatan dan tunjangan yang dia peroleh," ujar Lucius dalam diskusi daring, Sabtu (18/9).
Meski begitu, ia menilai wajar jika publik kaget dengan pendapatan yang diperoleh anggota DPR. Sebab dengan pendapatan sebesar itu, kinerja yang dihasilkan tak sesuai dalam menjalankan seluruh fungsinya.
"Misalnya bicara anggaran Rp 400an juta untuk urusan penyerapan aspirasi dari daerah pemilihannya, tapi seberapa kebijakan di DPR itu lahir dari aspirasi anggota. Saya kira hitungan jari tidak akan cukup menghitung aksi yang teraktualisasikan," katanya.
Sementara itu, anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu yang merupakan kolega dari Krisdayanti mengungkapkan, gaji anggota DPR jika ditotal mencapai Rp 60 jutaan per bulan. Terbagi dalam gaji pokok dan tunjangan-tunjangan.
"Kalau gaji pokok itu ya Rp 4 jutaan, Rp 4,2 juta per bulan. Kemudian ada juga tunjangan istri atau suami kalau perempuan itu, ada tunjangan anak, ada uang sidang, ada tunjangan jabatan ada tunjangan beras untuk empat orang gitu ya Rp 198.000 kira-kira," ujar Masinton.
Sedangkan untuk program di daerah pemilihan (dapil), ada hitungannya tersendiri. Sebab, tidak boleh ada dua jenis kegiatan berbeda di waktu bersamaan yang bisa dibiayai oleh APBN.
"Beda dengan gaji, automatically setiap bulan terima. Datang tidak datang segala macam itu diterima, kalau ini wajib dilaksanakan jadi itu tidak masuk dalam kategori penghasilan dan pendapatan anggota DPR," ujar Masinton.