REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Pendanaan iklim yang disediakan dan dimobilisasi oleh negara-negara maju untuk negara-negara berkembang mencapai total USD79,6 miliar pada 2019, naik 2 persen dari USD78,3 miliar pada 2018. Angka itu diperoleh dari data baru yang dirilis oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pada Jumat.
"Pembiayaan iklim terus tumbuh pada 2019 tetapi negara-negara maju masih kekurangan USD20 miliar untuk memenuhi tujuan 2020, yaitu memobilisasi USD100 miliar," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann.
OECD adalah organisasi ekonomi antarpemerintah dari 38 negara maju yang dibentuk untuk mendorong kemajuan ekonomi dan perdagangan dunia. Cormann menambahkan bahwa kemajuan yang terbatas dalam volume pendanaan iklim secara keseluruhan dari 2018-2019 mengecewakan, terutama menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-26, yang juga dikenal sebagai COP26.
Konferensi itu dijadwalkan digelar di kota Glasgow, Skotlandia, mulai 31 Oktober-November 12 di bawah kepresidenan Inggris. “Sementara data yang diverifikasi dengan tepat untuk tahun 2020 tidak akan tersedia sampai awal tahun depan, jelas bahwa pendanaan iklim akan tetap jauh dari targetnya. Masih banyak yang harus dilakukan,” ungkap dia.
Laporan OECD menunjukkan bahwa dari keseluruhan pendanaan iklim pada 2019, 25 persen dana dialokasikan untuk adaptasi, sementara 64 persen digunakan untuk mitigasi perubahan iklim dan sisanya untuk kegiatan lintas sektor.
Lebih dari setengah dari total pendanaan iklim ditargetkan untuk infrastruktur ekonomi – sebagian besar energi dan transportasi – sementara sisanya digunakan untuk infrastruktur pertanian dan sosial, terutama air dan sanitasi.
Asia telah menjadi penerima utama pendanaan iklim antara pada 2016-2019 dengan rata-rata 43 persen dari total dana, disusul oleh Afrika dengan 26 persen dan Amerika 17 persen. Pendanaan iklim untuk negara-negara kurang berkembang meningkat tajam pada 2019, naik 27 persen dari 2018.
"Lebih mendesak dari sebelumnya bahwa negara-negara maju meningkatkan upaya mereka untuk memberikan pendanaan untuk aksi iklim di negara-negara berkembang, terutama untuk mendukung negara-negara miskin dan rentan untuk membangun ketahanan terhadap dampak perubahan iklim yang semakin meningkat," jelas Cormann.