REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perilaku warga yang membuang sampah di tempat-tempat yang terdapat air seperti, selokan, sungai, maupun laut sangat disayangkan.
Ketua Lembaga Pemulihan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH SDA MUI), Hayu S Prabowo, mengatakan membuang sampah di air adalah dosa yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
“Padahal ada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan, ‘Takutlah pada tiga tempat yang dilaknat. Membuang kotoran pada sumber air yang mengalir, di jalan, dan di tempat berteduh. Kita lihat bagaimana sampah-sampah kita di sungai. Itu adalah dosa yang nanti bisa dipertanggungjawabkan,” kata dia saat acara “Gerakan World Cleanup Day Indonesia (WCDI) 2021 Bersama Warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia”, pada Ahad (19/9).
Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2020, 54 persen dari total sampah plastik masih terbuang di lingkungan, termasuk terbuang di air.
Selain di sungai, LPLH MUI juga memberi perhatian pada sampah, terutama sampah plastik di laut yang tidak hanya susah terdegradasi, tapi juga dapat menimbulkan dampak kesehatan. Sebagaimana diketahui, sampah laut berasal juga berasal dari produk-produk rumah tangga masyarakat seperti pasta gigi, pencuci muka, deterjen, dan lainnya yang mengalir lewat sungai.
“Isi material (produk rumah tangga) tersebut terdapat mikroplastik. Kita nyuci, gosok gigi, cuci muka, kita buang ke got, dari got ke kali, dari kali ke sungai, dari sungai ke laut,” ujarnya.
Material plastik tersebut akan berubah menjadi partikel yang lebih kecil di laut setelah proses degradasi, dimana laut mengandung garam yang biasa dikonsumsi oleh manusia dalam makanan, lewat serangkaian proses. Oleh karena itu, sampah plastik juga dapat menimbulkan dampak kesehatan bagi masyarakat.
“Mikro plastik kalau termakan bukan hanya masuk ke lambung saja, untuk nano plastik bisa sampai masuk pembuluh darah. Inilah yang menjadi perhatian kita semua. Karena begitu mikro dan nano plastik masuk ke laut, garam kita kan asalnya dari laut. Sekarang itu 90 persen garam dapur sudah tercemar plastik. Ini suatu hal yang sangat menakutkan,” ujarnya.
Menurutnya dibutuhkan paradigma baru dalam pengelolaan sampah di Indonesia, karena pembuangan sampah di TPS bebannya sudah sangat berat. Sehingga Indonesia perlu membalik kebiasaan warga, dengan melakukan pemilahan sampah dari rumah.
“Muara daripada sampah adalah perilaku kehidupan kita semuanya. Perilaku sebagai sumber sampah. Jadi bagaimana kita mengurangi timbulan sampah itu, lalu memilah sampah, agar sampah yang masih bisa digunakan kita manfaatkan kembali,” ujarnya sembari mengutip Fatwa MUI Nomor 47 tahun 2014 tentang Pengelolaan sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan.
Salah satu ketentuannya adalah setiap Muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindari perbuatan tabzir (menyia-nyiakan) dan israf (berlebihan).
Dia mengapresiasi DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia, sebagai ormas Islam yang peduli dan konsisten dengan persoalan lingkungan hidup. “Indonesia terkenal sebagai pembuang makanan terbesar nomor dua di dunia. Kita juga pembuang sampah plastik terbesar nomor dua di dunia,” ujarnya.
Perhelatan “Gerakan World Cleanup Day Indonesia (WCDI) 2021 Bersama Warga LDII”, juga menghadirkan Direktur Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar IPM dan Ketua World Cleanup Day Indonesia (WCDI), Agustina Iskandar. Mereka mengapresiasi langkah Lembaga Dakwah Islam Indonesia mendorong warganya memilah sampah dari rumah.
Saat membuka “Gerakan World Cleanup Day Indonesia (WCDI) 2021 Bersama Warga LDII”, Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia, KH Chriswanto Santoso, menyampaikan keprihatinannya.
Dia mengutip data National Plastic Action Partnership, volume plastik sampah di indonesia pada tahun 2020 sudah mencapai 6,8 juta ton dan tumbuh sebesar lima persen setiap tahun.
"Persoalan sampah itu seharusnya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, karena sampah itu berawal dari kita masyarakat, dan kita yang berada di ujung itu harus melakukan pemilahan secara bijak," kata KH Chriswanto.
Dia juga menyitir data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang pada 2019 mencatat timbunan sampah mencapai 67,8 juta ton per tahun yang terdiri dari sampah organik 57 persen, sampah plastik sebesar 15 persen dan kertas 11 persen sedangkan lainnya sekitar 17 persen.
"Tentu kita ingin menjaga lingkungan ini jauh lebih baik, maka kami mengajak lagi dalam rangka hari bersih-bersih sampah dunia untuk mulai memilah sampah dengan benar, bukan hanya membersihkan dunia, insya Allah ini bisa juga menjadi penopang ekonomi warga," imbuhnya.