REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia membela keputusannya untuk membatalkan pesanan seharga multi-miliar dolar AS untuk kapal selam Prancis dan sebagai gantinya memilih kesepakatan alternatif dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Keputusan tersebut pun diakui telah disampaikan kepada Prancis sejak beberapa bulan lalu.
"Saya tidak menyesali keputusan untuk mengutamakan kepentingan nasional Australia," kata Perdana Menteri Scott Morrison, tentang keputusan pembatalan dengan Prancis, Ahad (19/9).
Morrison mengatakan memahami kekecewaan Prancis atas pembatalan pesanan. Namun, dia menegaskan kembali bahwa Australia harus selalu mengambil keputusan demi kepentingan terbaiknya.
"Ini adalah masalah yang saya angkat secara langsung beberapa bulan lalu dan kami terus membicarakan masalah itu, termasuk oleh menteri pertahanan dan lainnya," kata Morrson dalam sebuah pengarahan.
Menteri Pertahanan Australia Peter Dutton mengatakan Canberra secara terbuka, dan jujur dengan Prancis tentang keprihatinannya. Dia menolak untuk mengungkapkan biaya dari pakta baru. Namun ia mengatakan bahwa itu tidak akan menjadi proyek yang murah.
Langkah Canberra membuat marah Paris. Keputusan itu memicu krisis diplomatik yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menurut para analis dapat merusak aliansi AS dengan Prancis dan Eropa. Ini juga membuat marah China, kekuatan besar yang meningkat di kawasan Indo-Pasifik.
AS telah berusaha meredakan kemarahan di Prancis, sekutu NATO. Juru bicara pemerintah Prancis mengatakan Presiden Emmanuel Macron akan melakukan panggilan telepon dengan Presiden AS Joe Biden dalam beberapa hari ke depan. Paris telah memanggil kembali duta besar di Washington dan Canberra untuk konsultasi.
Dengan kemitraan keamanan trilateral yang baru, Australia akan membangun setidaknya delapan kapal selam bertenaga nuklir dengan AS dan teknologi Inggris. Kesepakatan yang dibatalkan dengan Prancis adalah untuk armada kapal selam konvensional.