Senin 20 Sep 2021 08:40 WIB

Ratusan Warga Protes Perebutan Kekuasaan Presiden Tunisia

Perebutan kekuasaan Tunisia Juli lalu dianggap sebagai kudeta

Rep: Ferginadira/ Red: Nashih Nashrullah
Presiden Tunisia Kais Saied melambai kepada para pengamat saat ia berjalan di sepanjang jalan Bourguiba di Tunis, Tunisia, Minggu, 1 Agustus 2021.
Foto: AP/Slim Abid/Tunisian Presidency
Presiden Tunisia Kais Saied melambai kepada para pengamat saat ia berjalan di sepanjang jalan Bourguiba di Tunis, Tunisia, Minggu, 1 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS - Ratusan orang di Tunis, Tunisia menggelar aksi demonstrasi memprotes perebutan kekuasaan pemerintah oleh Presiden Tunisia Kais Saied, Sabtu (19/9) waktu setempat. Perebutan kekuasaan yang terjadi pada Juli dituduh sebagai langkah kudeta dan memicu krisis konstitusional negara. 

Para pengunjuk rasa berkumpul di pusat ibu kota meneriakan "hentikan kudeta" hingga "kami ingin kembali ke legitimasi. Sementara belasan pendukung Saied juga menggelar demonstrasi tandingan. Mereka memekikan teriakan "rakyat hendak membubarkan parlemen."

Baca Juga

Polisi tampaknya memperlakukan kedua kelompok pengunjuk rasa secara setara. Mereka berdiri di antara dua kubu di luar Teater Epoque Primadona di jalan Habib Bourguiba. 

Aksi unjuk rasa ini memberikan indikasi tentang bagaimana cara kerja dinas keamanan yang baru diangkat Saied akan menangani penentangan publik terhadapnya. 

Protes yang dipadati kehadiran polisi ini merupakan yang pertama sejak Juli Saied menyatakan  bahwa dia memecat perdana menteri, menangguhkan parlemen dan mengambil alih otoritas eksekutif. 

Langkah Saied secara luas mencengangkan di negara yang mengalami stagnasi ekonomi dan kelumpuhan politik selama bertahun-tahun. Langkahnya juga menimbulkan kekhawatiran akan hak-hak baru dan sistem demokrasi yang dimenangkan dalam Revolusi 2011 yang memicu "musim semi Arab". 

Meskipun partai terbesar di parlemen, Ennahda yang islamis moderat pada awalnya mengecam langkah Saied sebagai kudeta, partai itu dengan cepat mundur. Periode sejak intervensi Saied kini relatif tenang.

Namun delapan pekan berlalu, Saied masih menunjuk perdana menteri atau menyatakan niat jangka panjangnya. Seorang penasihat Saied mengatakan kepada Reuters bulan ini bahwa presiden sedang mempertimbangkan untuk menangguhkan Konstitusi 2014 dan memasukkan versi baru ke referendum. Rencana itu kemungkinan melepaskan oposisi terluas dan paling vokal kepadanya sejak 25 Juli.

Sementara itu, dengan dicabutnya kekebalan mereka, beberapa anggota parlemen telah ditangkap, sementara banyak warga Tunisia telah dihentikan untuk meninggalkan negara itu. 

Saied menolak tuduhan kudeta. Para pendukungnya mengatakan bahwa gerakannya sebagai kesempatan untuk mengatur ulang keuntungan dari revolusi Tunisia dan membersihkan elite korup. "Mereka hanya di sini untuk melindungi orang-orang korup dan Islamis," kata Mohamed Slim, berdiri bersama putranya dalam protes balasan.  

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement