Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Miftakhun Ni'mah

Andai Pandemi Pergi, Mengapa Tetap Blended Learning?

Lomba | Monday, 20 Sep 2021, 13:22 WIB
Sumber foto : pixabay.com

Metode pembelajaran blended learning sangat populer saat pandemi. Metode ini efektif digunakan meskipun pandemi pergi. Blended learning mengacu pada implementasi Revolusi Industri 4.0. Salah satu Sekolah Dasar Negeri di Banyuwangi, memilih strategi blended learning untuk pembelajaran selama pandemi. Beberapa Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia juga menggunakan metode ini. Perguruan Tinggi tersebut diantaranya: ITB, UI, Unair, UGM, dan lain-lain.

Apa Itu Blended Learning?

Menurut bahasa, blended learning terdiri dari dua kata. Blended berarti campuran sedangkan learning artinya pembelajaran. Blended learning adalah pembelajaran campuran tatap muka dengan online, sehingga menjadi pengalaman belajar (Garrison dan Vaughan, 2008). Pada metode blended learning, siswa atau mahasiswa melakukan dua pembelajaran. Pembelajaran konvensional (tatap muka) dan pembelajaran online (daring).

Pada saat pembelajaran online, kegiatan pembelajaran dilakukan di luar sekolah atau di rumah. Guru atau dosen menyampaikan materi dengan memanfaatkan beragam media belajar yang berbasis TIK (Ilmu dan Komunikasi). Media belajar tersebut berupa: DVD, CD, Aplikasi, video pembelajaran, email, youtube pembelajaran, e-library, kelas virtual, web, blog pembelajaran, laboratorium virtual, dan lain-lain.

Siswa dan guru melakukan proses pembelajaran tatap muka di kelas. Pembelajaran ini dilakukan setelah siswa melakukan pembelajaran online, di hari sebelumnya. Siswa dan guru memanfaatkan pembelajaran ini untuk diskusi dan saling memberikan feedback. Siswa juga dapat menanyakan masalah yang dihadapi saat pembelajaran online. Pelajaran olahraga, matematika atau ulangan dapat dilakukan di pembelajaran tatap muka. Dan pada pembelajaran konvensional ini guru lebih mudah mentransfer pendidikan karakter.

Mengapa Tetap Blended Learning, Andai Pandemi Pergi?

1. Blended Learning Meningkatkan Minat Belajar dan Hasil Belajar Siswa

Penelitian yang dilakukan oleh Dziuban, Hartman dan Moskal menyimpulkan bahwa blended learning dapat meningkatkan minat belajar dan hasil belajar siswa.

Media belajar yang disajikan dengan menarik akan meningkatkan minat belajar siswa. Siswa dapat menyimak materi yang diberikan secara online dan berulang-ulang. Siswa juga dapat mengakses materi dari Media yang lain untuk menambah pengetahuan dan wawasannya. Blended learning dapat meningkatkan minat belajar dan hasil belajar siswa.

2. Blended learning Cocok untuk Sekolah Berbasis Ilmu dan Teknologi

Noralia, M. Pd., seorang pendidik juga narasumber metode pembelajaran menuturkan bahwa blended learning tetap dapat digunakan meskipun korona telah berlalu. Menurutnya, metode ini efektif terutama untuk sekolah berbasis IT (Ilmu dan Teknologi). Saat ini adalah era transformasi digital. Dalam segala aspek kehidupan menggunakan teknologi, begitu juga pendidikan. Sekolah maupun perguruan tinggi yang sebelum COVID-19 sudah menggunakan metode ini akan lebih mudah untuk melanjutkannya, saat korona pergi.

Masa pandemi membawa berkah terutama dalam bidang pendidikan. Guru, dosen, siswa, dan mahasiswa berusaha melek teknologi meskipun tidak mudah. Beberapa sekolah awalnya belum menggunakan teknologi secara optimal. Berbagai upaya dilakukan sehingga siswa dan guru dapat menggunakan teknologi sebagai sarana belajar. Pemerintah juga ikut andil menyediakan pulsa belajar dan media belajar yang dapat diakses secara gratis.

Tuntutan profesionalitas guru di abad 21 adalah guru mampu mentransformasi teknologi digital untuk pembelajaran modern.(www.republika.co.id). Hal tersebut difasilitasi oleh kemendikbudristek dengan diselenggaraka nya program Pembelajaran Berbasis TIK (PemBATIK). Program ini dicanangkan untuk para guru di seluruh Indonesia. Harapannya, agar menambah kompetensi para guru dalam memanfaatkan teknologi pada proses belajar mengajar.

Program ini jika terlaksana secara merata di seluruh Indonesia, akan membantu sekolah berbasis Teknologi, sehingga metode blended learning dapat dilakukan.

3. Blended Learning lebih Fleksibel, Efektif dan Hemat.

Sydney, seorang pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Denpasar menyampaikan, ia lebih menyukai sekolah online. Baginya sekolah online lebih efektif dan hemat waktu. Ia cukup menyimak materi dan mengerjakan soal dari rumah. Tempat tinggalnya berjarak 15 kilometer dari sekolah, membuatnya capek di perjalanan. Namun sekali waktu, ia ingin masuk sekolah, agar bisa bercengkrama dengan teman sekelas.

Seorang guru atau dosen tidak harus datang ke sekolah untuk memberikan materi. Materi dapat dikirim secara online. Mereka bisa lebih fleksibel, dapat menggunakan waktu dengan efektif dan hemat biaya. Siswa yang tidak hadir karena sakit, tetap dapat menyimak materi yang disampaikan oleh guru dilain hari sehingga lebih fleksibel.

4. Blended Learning Solusi untuk Mengatasi Kekurangan Pembelajaran Online dan Pembelajaran Tatap Muka.

Sebelum pandemi sebagian besar sekolah menggunakan metode pembelajaran tatap muka. Kelemahan metode ini adalah berbagai bidang kehidupan sudah menggunakan teknologi, jika tidak mengimbanginya, mutu pendidikan akan tertinggal. Saat pandemi, metode pembelajaran beralih ke pembelajaran online. Kelemahannya tidak ada feedback.

Generasi saat ini adalah generasi Z yang membutuhkan transformasi pendidikan. Metode blended learning yang beragam pedagogis, akses pengetahuan dan interaksi akan menunjang mutu pendidikan. Metode ini menjadi solusi pendidikan terbaik saat ini. Metode yang lebih fleksibel, efektif dengan harapan mutu pendidikan Indonesia menjadi lebih baik.

Metode blended learning berjalan optimal jika ada sinergi yang baik antara pemerintah, pendidik, orang tua dan siswa.

Sumber:

Artikel "Model Blended Learning dalam Meningkatkan Efeksitas Pembelajaran" Oleh Walid Abdullah

Nama : Miftakhun Nikmah

No HP : 087806512189

Kota Asal : Denpasar

#LombaMenulisOpini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image