REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali meyakini seiring berjalannya waktu kelompok Taliban akan melunak. As'ad tak memungkiri bahwa di dalam kelompok Taliban terdapat golongan radikal yang terkait dengan jaringan Haqqani.
Jaringan Haqqani merupakan kelompok bayangan yang dibentuk oleh Jalaluddin Haqqani, dan menjadi terkenal pada 1980-an sebagai pahlawan jihad anti-Soviet. Pada saat itu, Jalalauddin Haqqani adalah aset CIA yang berharga karena Amerika Serikat dan sekutunya seperti Pakistan menyalurkan senjata dan uang kepada Mujahidin.
Selama konflik dan setelah penarikan Soviet, Jalaluddin Haqqani membina hubungan dekat dengan para militan asing, termasuk Osama bin Laden. Haqqani ditandai sebagai teroris global oleh Amerika Serikat.
As'ad mengatakan, anggota jaringan Haqqani sebagian besar merupakan eks pemuda Taliban yang tinggal di perbatasan Pakistan-Afghanistan ketika melawan Soviet. Mereka bersikap keras karena situasi perang di Afghanistan.
"Karena situasi mereka bersikap keras, tapi itu sifatnya sementara. Suatu saat mereka akan melunak," ujar As'ad.
As'ad mencontohkan, situasi Afghanistan ketika itu tidak jauh berbeda dengan situasi perang kemerdekaan Indonesia. Saat itu para pejuang Indonesia disebut radikal karena melawan penjajah. Bahkan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hasyim Ashari menyatakan bahwa menyerang kolonial hukumnya wajib.
Baca juga : Jenderal Junior: Jangan Terjadi Babinsa Dipanggil Polri
"Taliban juga sama seperti itu, ketika ada yang menjajah mereka akan menyerang," kata As'ad.
As'ad meyakini, Taliban termasuk jaringan Haqqani yang dikenal radikal akan melunak. Proses tersebut sudah mulai terlihat ketika Khalil Haqqani dimasukkan ke dalam jajaran pemerintahan Taliban sebagai menteri pengungsi.
Menurut As'ad untuk mencapai stabilitas di Afghanistan membutuhkan proses yang tidak mudah. Di tingkat atas, Taliban telah menggandeng pemimpin jaringan Haqqani untuk ambil bagian dalam pemerintahan. Sementara, penyesuaian di level menengah dan bawah membutuhkan waktu cukup panjang.
"Prioritasnya sekarang, semua pemerintahan dipegang Taliban, artinya mereka ingin mengumpulkan kekompakan terlebih dahulu sementara yang lainnya menyusul," kata As'ad.
As'ad optimistis Taliban dapat membentuk pemerintahan yang inklusif. Terlebih sejak Taliban kembali berkuasa, rakyat Afghanistan merasa aman. Menurut As'ad, Taliban banyak belajar mengenai pemerintahan ketika para pemimpin mereka berada di Qatar untuk proses negosiasi antara pemerintahan Afghanistan dan Amerika Serikat.