REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan, musim penghujan pada akhir tahun ini diperkirakan tiba lebih cepat berdasarkan laporan BMKG. Sejumlah antisipasi disiapkan untuk meminimalisais dampak negatif yang kerap berdampak pada penurunan produksi pangan.
Wakil Menteri Pertanian, Harvick Hasnul Qolbi, mengatakan, menurut laporan BMKG, musim hujan sudah masuk pada pertengahan bulan ini untuk di wilayah Sumatera. Adapun di Jawa dan Kalimantan kemungkinan mulai memasuki musim penghujan pada Oktober mendatang. Puncak musim hujan diperkirakan tiba pada Januari 2022.
"Ini sering berdampak kepada banjir maupun bencana alam lainnya. Kementan mengambil langkah antisipatif untuk menjaga produksi pangan," kata Harvick dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Senin (20/9).
Ia menyampaikan, antisipasi utama yang dilakukan dengan menyiapkan pemetaan wilayah produksi pangan pokok di setiap daerah berserta early warning system (EWS) untuk pemantauan rutinan.
Selain itu, Kementan juga siap memberikan bantuan penyediaan benih gratis bagi petani maksimal 20 hari setelah banjir sekaligus Brigade La Nina untuk membantu petani menghadapi tantangan cuaca.
"Kami juga sudah melakukan sosialisasi penggunaan benih padi tahan genangan seperti Inpara 1 sampai 20, Inpari 29 dan 30, Ciherang Sub 1, Inpari 42 Agritan, serta varietas unggul lokal lainnya," kata Harvick.
Adapun untuk bantuan permodalan, Kementan sudah menyiapkan asuransi usaha tani padi (AUTP) khusus untuk petani padi. "Kita sosialisasikan ini sambil terus memantau ketersediaan pangan pokok strategis di setiap daerah," katanya menambahkan.
Ia pun menegarkan, seluruh pasokan komoditas pangan pokok mencukupi. Kementan mencatat, hingga akhir pekan kedua September 2021, stok beras sebanyak 7,62 juta ton, jagung 2,3 juta ton, cabai besar 16 ribu ton, cabai rawit 17 ribu ton, bawang merah 35 ribu ton.
Meski begitu, ia tak menampik terdapat beberapa provinsi yang mengalami defisit pangan. Oleh karena itu, Kementan sudah memberikan stimulus bantuan biaya pengiriman pasokan pangan dari wilayah surplus ke defisit sehingga terjadi pemerataan ketersediaan pangan.
Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin, dalam kesempatan berbeda, mengatakan, padi merupakan komoditas yang sangat rentah terhadap sistem pengelolaan air.
Ketika air berlebih, potensi panen dapat terganggu. Namun sebaliknya, kekeringan ekstrem juga dapat mempengaruhi hasil panen. Karena itu, Bustanul, mengatakan, padi membutuhkan intervensi lebih jauh khususnya dalam pembenahan sistem budidaya agar lebih memberikan dampak positif bagi perekonomian.