REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang kasus korupsi PT ASABRI kembali digelar dengan agenda Pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (20/9). Kali ini, para saksi turut dihadirkan, untuk membuktikan keterlibatan terdakwa Bachtiar Effendi, yang sempat menjabat Direktur Investasi dan Keuangan PT ASABRI 2012-2014.
Dalam persidangan, Majelis Hakim yang diketuai Eko Purwanto, memanggil 11 saksi terkait PT ASABRI. Majelis Hakim membagi dua kategori saksi untuk diminta keterangan, yakni saksi internal dari ASABRI dan saksi dari perusahaan swasta lain.
Saat pemeriksaan saksi internal PT ASABRI, tujuh orang dihadirkan untuk dimintai keterangan untuk menyesuaikan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung), Agung Purnomo menanyakan, kepada saksi Heri Wahyuni, yang juga sempat menjabat Kabid Obligasi dan Reksadana ASABRI 2013-2016, soal pedoman investasi di ASABRI.
Saksi Herry mengakui, walaupun dalam proses investasi ada pedoman yang harus diikuti, namun kenyataannya semua kembali pada Direksi ASABRI yang menentukan. "Selama tiga tahun saya menjabat, hanya menyalin dari perencanaan investasi sebelumnya, dari direksi. Karena sudah diperintah tinggal melaksanakan," kata Herry saat menjawab pertanyaan JPU.
Walaupun diakui Herry, jabatan yang dia emban memiliki tanggung jawab melakukan perencanaan dan menganalisa setiap investasi. Namun, karena sudah ada arahan dari pimpinan, dia tinggal meneruskan perencanan ke pimpinan di atas secara berjenjang, kemudian melaksanakan investasi. "Yakni dengan membayar ke berbagai manager investasi yang ditunjuk," ucapnya.
Hal yang sama disampaikan saksi Yuda Irawan yang juga sebagai Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan PT ASABRI. Yuda menjabat sebagai bagian divisi Kepatuhan saat Bachtiar Effendi menjabat sebagai Direktur Investasi dan Keuangan PT ASABRI. Saat munculnya surat rekomendasi dari Dewan Direksi ke Dewan Komisaris soal doperbolehkan berinvestasi di luar saham LQ45 dan Bluechip.
"Tapi, kami di divisi kepatuhan tidak dilibatkan dalam surat rekomendasi untuk pembelian saham di luar saham bluechip dan LQ45 dari direksi ke komisaris," kata Yuda.
Keterangan ini sesuai dengan Saksi Dwi Pujiastuti Handayani yang menjabat Komisaris PT ASABRI 2014-2016. Dwi mengungkapkan, sebagai bagian dari Dewan komisaris, dirinya telah mengingatkan kepada Dewan Direksi agar hanya membeli saham blue chip dan LQ 45, bukan diluar itu.
"Dan jawaban direksi, hal itu akan diperbaiki oleh dewan direksi," kata Dwi, tapi tanpa ia tahu apakah ada perbaikan atau tidak.
Semua keterangan saksi ini, dianggap JPU sesuai dengan BAP dan beberapa bukti yang telah dikumpulkan. Namun terdakwa yang dihadirkan Bachtiar Effendi mengatakan, keterangan saksi baik di BAP maupun di persidangan, menjawab pertanyaan JPU, banyak mengarah pada masa dirinya sudah tidak menjabat lagi di PT ASABRI. "Pertanyaan JPU ke saksi, banyak mengarah ke masa saya setelah pensiun," paparnya.
Kasus ASABRI menyeret beberapa nama dari PT ASABRI, mapun dari perusaan investasi swasta lain. Di antara nama-nama yang didakwa selain Bachtiar Effendi, adalah Direktur Utama PT ASABRI periode Maret 2016–Juli 2020 Letjen (Purn) Sonny Widjaja, Dirut PT ASABRI 2012–Maret 2016 Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri, Direktur Investasi dan Keuangan PT ASABRI Juli 2014–Agustus 2019 Hari Setianto, serta Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi.
Selain itu, yang menjadi terdakwa adalah Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo, Direut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Para terdakwa diduga telah melakukan penyelewengan investask saham ASABRI yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 23,7 triliun.