REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Australia menyatakan AUKUS "bukan aliansi atau pakta pertahanan" yang dibentuk negara itu bersama AS dan Inggris. Duta Besar Australia untuk ASEAN Will Nankervis mengatakan perjanjian itu tidak mengubah komitmen Australia terhadap ASEAN maupun dukungan berkelanjutan untuk arsitektur regional yang dipimpin ASEAN.
Pernyataan itu juga menekankan bahwa Australia tidak memiliki keinginan untuk memperoleh senjata nuklir dan menekankan bahwa kapal selam baru yang diusulkan tidak akan membawa hulu ledak nuklir.
"Australia tetap teguh dalam dukungan kami untuk Perjanjian Non-Proliferasi (NPT). Australia akan bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap kewajiban NPT kami sebagai Negara Senjata Non-Nuklir," kata Nankervis.
Sebagai Mitra Dialog tertua di ASEAN, Australia, kata Nankervis, adalah pendukung setia sentralitas ASEAN. “Kami mendukung kawasan yang terbuka, inklusif, dan sejahtera dengan ASEAN sebagai jantungnya, sesuai dengan tujuan dan prinsip ASEAN Outlook on the Indo-Pacific,” tambah dia.
Selain itu, ucap dia, kapal selam bertenaga nuklir ini tidak akan membawa senjata nuklir. "Australia tidak dan tidak akan mencari senjata semacam itu. Kami juga tidak berusaha membangun kemampuan nuklir sipil," ucap dia.
Keprihatinan Indonesia, Malaysia
Merespons hal ini, Indonesia mengingatkan Australia untuk terus memenuhi kewajibannya sebagai negara penandatangan Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT).
NPT adalah perjanjian yang bertujuan membatasi kepemilikan senjata nuklir dengan tiga pilar utama terdiri dari pelucutan senjata nuklir, nonproliferasi (larangan penyebarluasan senjata), serta penggunaan bahan nuklir untuk tujuan damai.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengaku sangat prihatin atas perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan militer di kawasan yang terus berlanjut. “Indonesia mendorong Australia terus memenuhi kewajibannya untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan sesuai dengan Treaty of Amity and Cooperation,” ungkap Kementerian dalam keterangannya, Jumat.
Indonesia sekaligus mendorong Australia dan pihak terkait lainnya agar terus mengedepankan dialog dalam menyelesaikan perbedaan. “Dalam kaitan ini, Indonesia menekankan pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional termasuk UNCLOS 1982 dalam menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan,” kata Kemenlu.
Kemenlu menambahkan Indonesia mencermati keputusan Australia memiliki kapal selam bertenaga nuklir tersebut dengan sangat hati-hati. Adapun pakta pertahanan trilateral itu dibentuk di tengah pengaruh China yang semakin kuat di Indo-Pasifik.
Sementara itu, Malaysia menyatakan keprihatinan atas aliansi Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) yang berpotensi memicu perlombaan senjata nuklir di kawasan Indo-Pasifik. Kantor Perdana Menteri Malaysia (PMO) mengatakan, Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob telah mencatat masalah tersebut.
Ismail Sabri khawatir aliansi itu memancing kekuatan lain untuk bertindak agresif di kawasan, terutama Laut China Selatan. "Sebagai negara anggota ASEAN, Malaysia menganut prinsip menjaga ASEAN sebagai Zona Damai, Bebas, dan Netral (ZOPFAN)," kata pernyataan PMO pada Jumat.