REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Aliansi baru AUKUS, Australia, United Kingdom (Inggris), dan United States (Amerika Serikat) dinilai sebagai momen yang tepat untuk Indonesia menunjukkan sikapnya di tengah rivalitas yang terjadi belakangan. Terlebih posisi politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan mengutamakan menjaga perdamaian, stabilitas, dan keamanan di kawasan.
"Ini merupakan kesempatan Indonesia untuk meyakinkan semua pihak. Di sini kita benar dengan posisi kita yang bebas aktif, ikut AS tidak, China pun tidak," ujar Pengajar hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah kepada Republika, Senin (20/9).
Meski tak disebut dalam agendanya, China kerap dikaitkan dengan ancaman di kawasan terutama tak terlepas dari konfliknya di Laut China Selatan (LCS). Pakta baru AUKUS yang salah satunya berencana membangun delapan kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia pun diprediksi bakal memperdalam ketegangan dengan China di LCS.
Kendati demikian, Teuku menilai pakta baru ketiga negara ini memang harus digunakan Indonesia dalam melakukan perannya sebagai negara netral. Indonesia mengutamakan dan menghargai hukum internasional untuk menciptakan perdamaian yang adil. Menurutnya, Indonesia harus menekankan ke semua pihak tentang perjanjian Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone.
Indonesia juga harus memaksakan kepada semua pihak untuk menghargai hukum internasional UNCLOS 1982. "Mereka semua sebenarnya menunggu apa sikap Indonesia. Jadi pada dasarnya kita itu bebas, aktif, kreatif, dan bertenaga karena tak mungkin kita dihargai oleh mereka kalau kita tak bertenaga," ujarnya.
Teuku menjelaskan Indonesia bertenaga yang dimaksud adalah mempersenjatai diri dari sumber-sumber yang juga netral. Rusia dipilih sebagai sumber netral. "Kita harus mengupayakan momentum yang pas ini, AS tidak, China tidak, tapi Rusia netral. Jadi menurut saya pembelian Sukhoi 35 Rusia harus direalisasikan," kata dia.
Dia mengatakan Presiden RI Joko Widodo harus mendatangkan Sukhoi 35 Rusia agar Indonesia tidak dianggap lemah oleh pihak China maupun AS. "Kita bermain cantik seperti tahun 60-an ketika Jenderal Nasution berkunjung ke Rusia dalam pembelian besar-besaran. Sekarang Pak Prabowo cukup datangkan saja," kata dia.
Selain itu, untuk menjadi negara tengah yang adil terutama dalam menyikapi aliansi baru AUKUS, Teuku menyebut Indonesia harus didukung oleh kemampuan diplomasi yang luar biasa teratur dan meyakinkan semua pihak. Indonesia harus menyampaikan ke pihak-pihak yang bersengketa bahwa transisi kepemimpinan global pasti terjadi.