Selasa 21 Sep 2021 05:55 WIB

Pakar Dorong Indonesia Hentikan Rivalitas Negatif AS-China

Persaingan China-AS di Indo-Pasifik tak semestinya bereskalasi jadi lomba senjata.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana saat menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Legislasi di Media Center, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana saat menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Legislasi di Media Center, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, bahwa Indonesia perlu menggalang negara-negara di Indo-Pasifik yang menentang kehadiran nuklir untuk kepentingan militer. Hal tersebut bertujuan agar proyek kapal selam bertenaga nuklir Australia tidak dilanjutkan.

"Indonesia yang memiliki politik luar negeri bebas aktif berperan signifikan dengan negara-negara lain agar persaingan antara AS dan China yang berdampak secara langsung terhadap keamanan, perdamaian dan stabilitas kawasan untuk segera dihentikan," ujar Hikmahanto saat dihubungi Republika.co.id, Senin (20/9).

Baca Juga

Menurutnya persaingan China dengan AS di Indo-Pasifik tidak semestinya bereskalasi menjadi perlombaan senjata di kawasan. Rivalitas kedua negara besar itu, ujar dia, tidak seharusnya juga berdampak pada penyebaran pengetahuan senjata nuklir.

"Harusnya mereka menghormati negara-negara yang melarang untuk tidak menggunakan hal-hal yang terkait dengan senjata nuklir di wilayah maupun kawasannya seperti ZOPFAN yang disepakati oleh negara-negara ASEAN," tuturnya.

Amerika Serikat (AS) membangun pakta pertahanan dengan Australia dan Inggris dalam rangka berbagi beban dalam menghadapi kekuatan China. Hikmahanto pun memaklumi China menyampaikan respons negatif terhadap pakta ini.

"Dalam hal ini China  mengkhawatirkan terganggunya perdamaian dan stabilitas di kawasan serta adanya perlombaan senjata serta dilanggarnya kepekatan Larangan Penyebaran Pengetahuan Nuklir untuk tujuan Militer (Non-Proliferation Treaty)," kata dia.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi menilai kerja sama bidang keamanan yang disepakati aliansi baru AUKUS, Australia, United Kingdom (Inggris), dan United States (Amerika Serikat) harus diwaspadai. Terutama dalam pakta pengembangan teknologi nuklir dalam pembangunan kapal selam untuk Australia.

"Ini memang harus perlu diwaspadai dan dicermati dengan baik oleh Pemerintah. Tentu kita kecewa karena Australia membangun alutsista nuklir di kawasan," ujar Bobby kepada Republika.co.id, Senin (20/9). Kekecewaan Indonesia dikarenakan Australia melanggar hukum non proliferasi nuklir. "Padahal negara-negara yang belum mempunyai nuklir dilarang mengembangkannya sesuai non proliferasi nuklir," katanya.

Hal tersebut, ujar dia, dapat meningkatkan ketegangan di kawasan yang tertuju pada konflik Laut Cina Selatan khususnya Natuna. Menurutnya saat ini yang perlu disampaikan adalah sikap diplomatik keras menolak adanya alutsista nuklir di Australia.

"Utamanya adalah menekan Australia agar menghormati UNCLOS 1982, dengan menjaga perdamaian dan keamanan kawasan, bukan sebaliknya menjadi sumber masalah perdamaian itu sendiri," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement