REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban memperluas kabinet sementara mereka dengan menunjuk wakil menteri, Selasa (21/9). Namun, dalam pengumuman itu, mereka tidak menunjuk wanita. Seruan protes internasional sudah terjadi setelah pengumuman pemerintahan Taliban pertama kali yang tidak memilih anggota wanita.
Komunitas internasional telah memperingatkan akan menilai Taliban dengan tindakan mereka dan pengakuan terhadap pemerintah yang dipimpin Taliban akan dikaitkan dengan perlakuan terhadap perempuan dan kelompok minoritas. Dalam pemerintahan mereka sebelumnya di Afghanistan pada akhir 1990-an, Taliban melarang anak perempuan dari sekolah, pekerjaan, dan kehidupan publik.
Juru Bicara Pemerintah Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan dalam jajaran kabinetnya yang terbaru ada anggota yang berasal dari etnis minoritas, seperti Hazara. Mujahid menyebut kemungkinan nanti, perempuan akan dimasukkan dalam struktur pemerintahan.
“Sudah merupakan tanggung jawab Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengakui pemerintah kami dan bagi negara-negara lain, termasuk negara-negara Eropa, Asia dan yang mayoritasnya penganut Islam untuk memiliki hubungan diplomatik dengan kami,” kata Mujahid pada konferensi pers.
Taliban telah membingkai kabinet mereka saat ini sebagai pemerintahan sementara, menunjukkan adanya perubahan yang mungkin dilakukan. Namun, mereka belum mengatakan lebih lanjut soal pemilihan umum nanti.
Terkait dengan aturan pembatasan siswa perempuan yang tidak diizinkan sekolah, Mujahid mengatakan itu adalah keputusan sementara. Dia menjelaskan nantinya akan ada pengumuman lebih lanjut kapan mereka bisa pergi ke sekolah.
“Rencana sedang dibuat untuk memungkinkan mereka kembali ke sekolah,” ucap dia. Sementara itu, siswa laki-laki yang duduk di kelas enam hingga 12 melanjutkan sekolah mereka selama akhir pekan.