Selasa 21 Sep 2021 16:10 WIB

Waktu Rehabilitasi Terbaik Usai Alami Strok

Rehabilitasi yang terlalu cepat dapat membuat strok semakin besar dan buruk.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Waktu rehabilitasi terbaik usai mengalami serangan strok (ilustrasi).
Foto: republika
Waktu rehabilitasi terbaik usai mengalami serangan strok (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rehabilitasi intensif untuk pasien strok dapat membantu mengembalikan fungsi tangan dan lengan dengan lebih baik bila dilakukan di waktu yang tepat. Menurut studi, waktu rehabilitasi intensif yang tepat adalah dua atau tiga bulan setelah strok terjadi.

Studi ini melibatkan 72 orang pasien strok dan telah dimuat dalam jurnal PNAS. Studi ini menyebut waktu dua hingga tiga bulan setelah strok sebagai masa yang penting. Alasannya, pada masa itulah otak memiliki kapasitas terbaik untuk memperbaiki diri.

Temuan ini sedikit berlawanan dengan praktik yang dilakukan saat ini, di mana rehabilitasi untuk pasien strok dimulai sesegera mungkin setelah serangan terjadi.

"Dua atau tiga bulan setelah strok adalah saat di mana orang-orang (pasien strok) sudah di rumah, itu bukan waktu di mana sebagian besar orang mendapatkan rehabilitasi," ujar salah satu peneliti dan direktur Center for Brain Plasticity and Recovery di Georgetown University Medical Center Elissa Newport, seperti dilansir di NPR, Selasa (21/9).

Studi ini melibatkan pasien-pasien yang dirawat di Medstar National Rehabilitation Hospital di Washington DC. Sebagian besar pasien berusia 50-an dan 60-an tahun.

Salah satu partisipan adalah Anthony McEachern yang berusia 45 tahun ketika mengalami strok pada 2017. Beberapa jam sebelum serangan terjadi, McEachern mengatakan dia sedang meniru tarian Micahel Jackson bersama anak-anaknya. Ketika dia di rumah di malam hari, dia baru merasa tidak mampu untuk berdiri.

"Kemampuan saya untuk bergerak sirna di depan mata saya," jelas pria yang merupakan profesor di bidang seni visual dan pertunjukan di North Carolina Agricultural and Technical State University.

Setelah strok terjadi, McEachern dirawat di rumah sakit selama satu pekan untuk mendapatkan pengobatan. Dia juga menjalani rehabilitasi selama lebih dari satu bulan di pusat rehabilitasi.

Secara perlahan, McEachern mulai mendapatkan kembali kemampuan untuk ebrjalan. Akan tetapi, setelah kembali ke rumah dia masih mengalami masalah untuk melakukan pekerjaan dasar yang melibatkan tangan dan lengan kanannya. Kesulitan ini bahkan membuatnya membutuhkan waktu hingga dua jam hanya untuk mandi dan berpakaian.

"Normalnya saya bisa mandi dan 20 menit kemudian saya sudah bersih, berpakaian, dan keluar," kata McEachern.

Studi terbaru ini terinspirasi dari peneluan sebelumnya mengenai rehabilitasi pada hewan yang mengalami strok. Menurut temuan tersebut, rehabilitasi yang dilakukan terlalu cepat sering kali dapat membuat strok semakin besar dan buruk. Penundaan sejenak justru dapat memberikan hasil yang baik.

"Dan semakin lama (penundaan) dari strok, Anda tidak akan mendapatkan kesuksesan apa pun," ujar laporan Newport.

Studi terbaru ini menemukan bahwa pemulihan terbaik didapatkan oleh pasien yang menjalani rehabilitasi intensif pada kurun waktu dua hingga tiga bulan setelah strok.

McEachern menjalani rehabilitasi intensif sebelum periode optimal yaitu dua hingga tiga bulan setelah strok. Terapi tambahan yang dia dapatkan membantu McEachern untuk mendapatkan kembali sebagian fungsi tangan kanannya.

"Saya bisa memegang sikat gigi, saya bisa membawa botol. Saya bisa menggunakan satu tangan saya untuk memegang botol, ketika saya menggunakan tangan lainnya untuk membuat botol," ujar McEachern.

Temuan terbaru ini dinilai dapat menjadi awal yang baik untuk mengenali waktu optimal atau waktu sensitif dalam memulai latihan motor intensif. Namun studi ini memiliki skala yang relatif kecil dan hanya terbatas pada satu pusat rehabilitasi.

"Akan etapi ini benar-benar bukti pertama manusia bahwa ada periode di mana terapi rehabilitiasi paling efektif dalam memperbaiki pemulihan," ujar kepala neurologi di Washington University, dr Jin-Moo Lee. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement