REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Anggota koalisi Joint List di Knesset atau parlemen Israel, mendesak Amerika Serikat (AS) untuk membuka kembali Konsulat di Yerusalem Timur yang diduduki. Aliansi politik dari partai-partai politik mayoritas Arab utama itu mengirimkan permintaannya dalam sebuah surat kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
"Kami dengan hormat berbicara kepada Anda mengenai pembukaan kembali Konsulat Jenderal AS di Yerusalem," kata aliansi tersebut dikutip dari Middle East Monitor.
Menurut mereka, penting untuk mempertaruhkan langkah itu untuk menciptakan kondisi yang tepat bagi proses perdamaian. Selain itu, pembukaan kembali konsulat akan sejalan dengan posisi yang dinyatakan Washington. Sebelumnya, AS telah menegaskan bahwa Israel dan Palestina harus menikmati ukuran kebebasan, keamanan, martabat, dan kemakmuran yang sama.
Konsulat di Yerusalem Timur beroperasi hampir seluruhnya untuk kepentingan warga Palestina di kota yang diduduki. Penutupannya oleh pemerintahan Donald Trump terjadi pada saat Washington memberi keinginan Tel Aviv untuk pemindahan Kedutaan Besar ke Yerusalem dan pengakuan kota itu sebagai ibu kota Israel.
"[Ini] berjalan seiring dengan promosi proses pencaplokan ilegal, mendukung gagasan Israel Raya yang akan selamanya mengendalikan kehidupan jutaan orang Palestina," ujar pernyataan Joint List.
Menurut Joint List, langkah tersebut tidak dapat menggantikan kebutuhan akan keputusan politik untuk memastikan bahwa orang Israel dan Palestina hidup setara, dalam kebebasan dan keamanan. Kegagalan untuk membuka kembali konsulat di Yerusalem, menurut Joint List, tidak hanya akan merusak kepercayaan dan keyakinan terhadap pemerintah AS. Dampaknya juga akan mengirim pesan yang salah tentang pemenuhan hak-hak tersebut.