REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) telah mengidentifikasi aset milik obligor dalam bentuk tanah seluas 15,2 juta hektare (ha). Aset belasan juta ha lahan tersebut kini dalam proses sertifikasi atas nama negara.
"Pertama sudah identifikasi aset dalam bentuk tanah 15,2 juta ha. Seluas 5,2 juta ha di lima kota sudah kami kuasai langsung kembali dan sekarang masuk ke sertifikasi atas nama negara," kata Menko Polhukam Mahfud MD saat jumpa pers bersama Menkeu Sri Mulyani di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (21/9).
Menurut dia, Satgas BLBI terus berjalan dan perkembangannya sudah menunjukkan hal yang cukup baik. Selain identifikasi aset, Satgas juga telah melakukan pemanggilan kepada para obligor tersebut. Dalam pemanggilan ini, Satgas berhasil menagih serta mengindentifikasi utang mereka.
"Selanjutnya, utang-utang dalam bentuk uang, dalam bentuk rekening, dalam bentuk pengakuan itu, ya, jalan. Buktinya mereka yang dipanggil hampir semuanya merespons. Ada yang langsung oke saya bayar, ada yang mungkin utangnya enggak segitu nilainya kalau sekarang," kata Mahfud.
Ketua Pengarah Satgas BLBI ini bersyukur Satgas BLBI pada hari Senin (20/9) telah mencetak uang sebesar Rp 100 miliar dari salah satu obligor. Ia pun menyoroti beberapa obligor dana BLBI yang masih enggan untuk membayar utangnya kepada negara. Padahal, kata dia, pemerintah sudah mau berbaik hati untuk memperkecil nilai utang mereka kepada negara pada masa krisis moneter.
Dikatakan pula bahwa pemberian pinjaman kepada para pengutang BLBI yang secara hak tagih nilainya sudah disesuaikan dengan situasi saat itu. "Mereka diberi pinjaman kepada negara, utang kepada negara, negara mengeluarkan publikasi utang ke Bank Indonesia, kemudian diberikan kepada mereka. Mereka bayarnya jauh lebih murah karena disesuaikan dengan situasi saat itu," katanya menjelaskan.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini mencontohkan, salah seorang obligor BLBI yang punya utang Rp 58 triliun, yang bersangkutan hanya membayar 17 persen dari jumlah itu. Hal ini karena nilai utangnya telah disesuaikan dengan kondisi pada saat waktu pinjam.
"Menilai hak utang yang kami bayari, hartamu berapa, kami hitung dalam bentuk pengakuan serahkan kepada negara. Sekarang sudah begitu masa masih mau ngemplang," katanya.
Ditambahkan pula, bahwa penagihan ini akan dijalankan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. "Kebijakan pemerintah untuk itu selesai, sudah diputus secara politik di DPR dan memutuskan pemerintah secara sah. Sekarang tinggal mempercepat penagihan," ujar Mahfud.