REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Persatuan ulama yang mewakili lebih dari 150 cendekiawan Muslim dari seluruh dunia telah menandatangani pernyataan yang mengecam 'Perang Melawan Teror' dan menyerukan segera diakhirinya perang dan pendudukan.
Pernyataan itu muncul dua dekade setelah Presiden George W. Bush mengumumkan otorisasinya atas penggunaan kekuatan militer, yang membuka jalan bagi pendudukan Afghanistan dan Perang Melawan Teror tanpa batas Amerika Serikat (AS).
Seruan itu ditujukan kepada para pemimpin Barat. Persatuan ulama tersebut menyerukan kepada mereka agar menghormati hak minoritas Muslim untuk meyakini dan mempraktikkan keyakinannya tanpa campur tangan negara.
Para ulama juga menyerukan diakhirinya semua kekuasaan darurat dan sewenang-wenang yang mengizinkan pelanggaran hak-hak dasar dan melegitimasi penyiksaan serta perlakuan yang merendahkan.
Managing director organisasi hak asasi manusia Inggris CAGE, Muhammad Rabbani, mengatakan bahwa dapat dikatakan 18 September dan bukan 11 September yang mengubah dunia. Selain politisi AS Barbara Lee, kata dia, setiap anggota Kongres AS mendukung resolusi tersebut yang kemudian mengarah pada invasi ilegal, kejahatan perang, tempat penyiksaan, program pembunuhan yang ditargetkan, dan pembatasan massal kebebasan sipil di seluruh dunia.
"Oleh karena itu, ini adalah momen yang mengharukan bagi para cendekiawan Muslim di seluruh dunia untuk bersama-sama menuntut diakhirinya Perang Melawan Teror dan menyerukan pertanggungjawaban bagi semua orang yang bertanggung jawab atas kejahatannya. Lingkup internasional para penandatangan menunjukkan kesepakatan ilmiah global tentang masalah ini," kata Rabbani, dilansir di 5pillarsuk, Selasa (21/9).
Dua puluh tahun telah berlalu sejak para pemimpin Amerika Serikat mendeklarasikan perang dunia tanpa batas atau batas waktu. Apa yang disebut "Perang Melawan Teror" diumumkan setelah peristiwa 9/11. Akan tetapi, agresi terhadap orang-orang Muslim dimulai sebelum waktu ini, di antaranya perang Irak tahun 1991 dan sanksi berikutnya, invasi ke Somalia, dukungan untuk pendudukan Israel atas Palestina, dukungan untuk kediktatoran brutal di negara-negara Muslim.
Dalam kurun waktu 20 tahun itu setidaknya 800.000 Muslim terbunuh, ribuan dipenjara secara tidak sah dan sering disiksa, dan 37 juta orang mengungsi. Orang-orang Muslim di mana-mana diperlakukan dengan kecurigaan dan dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat tempat mereka tinggal. Seluruh dunia telah dibuat kurang aman.
Oleh karena itu, para ulama itu memandang sudah waktunya berhenti dan mengambil pelajaran dari kebijakan perang selama ini. Dalam pernyataan bersama itu, persatuan ulama dunia tersebut menyerukan agar para pemimpin Barat mengganti kebijakan perang dan permusuhan terhadap orang-orang Muslim dengan sikap saling menghormati dan gotong royong.
Mereka juga menyerukan diakhirinya semua intervensi militer dan politik di negara-negara Muslim. Selanjutnya, mereka menyerukan diakhirinya semua kebijakan dan praktik pemerintah yang mengarah pada pemenjaraan sewenang-wenang, penyiksaan, perlakuan merendahkan, dan kekuasaan luar biasa yang diberikan kepada lembaga pemerintah.
Mereka menyerukan adanya pendekatan yang adil dan bertanggung jawab untuk diadopsi oleh politisi, institusi dan media dalam melibatkan Islam dan Muslim. Kemudian, Muslim minoritas agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat sesuai dengan keyakinannya, terlepas dari campur tangan pemerintah, dan upaya untuk mendistorsi keyakinan dan identitas mereka.
Mereka juga menyerukan pertanggungjawaban semua pemerintah, lembaga mereka dan pejabat mereka yang terlibat dalam kejahatan atau pelanggaran sejak 2001, serta penggantian rugi bagi para penyintas dan keluarga korban.
"Kami berdiri dalam solidaritas dengan semua orang tertindas yang berjuang untuk pembebasan dari tirani dan menyambut kemenangan rakyat Afghanistan melawan penjajah mereka. Semoga ini menjadi yang pertama dari banyak kemenangan melawan Perang Melawan Teror. Kami menyampaikan belasungkawa kami kepada semua orang yang telah meninggal akibat perang ini," bunyi pernyataan para ulama itu.
Pernyataan bersama tersebut ditandatangani oleh Liga Cendekiawan Maghreb Arab yang mewakili lebih dari 80 anggota. Anggota eksekutif dari lembaga tersebut ialah sejumlah ulama yang diantaranya berasal dari Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya, dan lainnya. Selanjutnya, pernyataan itu ditandatangani termasuk oleh Persatuan Ulama Sunnah yang mewakili lebih dari 130 anggota.