Rabu 22 Sep 2021 16:39 WIB

Hingga 2020, 1.572 Desa Gunakan E-Voting Saat Pilkades 

Penggunaan e-voting diklaim dapat mengeleminasi permasalahan daftar pemilih tetap.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, dalam kurun 2013-2020, terdapat 1.572 desa di 23 kabupaten/kota telah melaksanakan pemilihan kepala desa (pilkades) dengan pemungutan suara secara elektronik atau e-voting. (Ilustrasi Pilkades)
Foto: Republika
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, dalam kurun 2013-2020, terdapat 1.572 desa di 23 kabupaten/kota telah melaksanakan pemilihan kepala desa (pilkades) dengan pemungutan suara secara elektronik atau e-voting. (Ilustrasi Pilkades)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, dalam kurun 2013-2020, terdapat 1.572 desa di 23 kabupaten/kota telah melaksanakan pemilihan kepala desa (pilkades) dengan pemungutan suara secara elektronik atau e-voting. Untuk itu, Kemendagri mendorong pilkades serentak pada tahun berikutnya juga menggunakan e-voting. 

"Dalam penerapan pilkades melalui e-voting harus tetap memperhatikan kondisi di daerah, baik keuangan, geografis, sumber daya manusia, maupun sosial kemasyarakatan," ujar Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Yusharto Huntoyungo dalam webinar e-voting nasional, Rabu (22/9). 

Baca Juga

Kemendagri mendorong penerapan sistem e-voting melalui surat Mendagri nomor 141/1115/BPD pada 8 Maret 2021. Langkah ini sebagai upaya meminimalisasi permasalahan atau sengketa. 

Yusharto mengatakan, penggunaan e-voting dapat mengeleminasi permasalahan KTP ganda, daftar pemilih tetap (DPT), serta surat suara rusak atau tidak sah. Efektivitas dan efisiensi waktu pun dapat dicapai, khususnya pada tahapan pemungutan suara. 

Dia mengeklaim, keamanan mekanisme pun terjaga karena bersifat offline dan terdapat proses menghasilkan jejak audit elektronik. E-voting juga dinilai lebih ramah lingkungan karena mengurangi penggunaan kertas. 

Selain itu, kata Yusharto, pembiayaan dalam jangka panjang lebih efisien, karena alat-alat e-voting dapat menjadi aset daerah dan bisa digunakan kembali dalam pilkades berikutnya. E-voting juga dinilai dapat mencegah kerumunan pada proses pemungutan suara di tengah pandemi Covid-19. 

Kemendagri telah membuat ruang simulasi e-voting. Kemendagri menerima konsultasi dan audiensi dari pemerintah daerah untuk simulasi e-voting ini. 

Saat ini, Kemendagri sedang menyiapkan rancangan perubahan Peraturan Mendagri tentang Pemilihan Kepala Desa. Nantinya, Peraturan Mendagri akan mengatur lebih rinci mengenai sistem pemungutan suara menggunakan e-voting pada pilkades, mulai dari pembentukan dan syarat tim teknis, standar peralatan dan aplikasi, serta pengaturan teknis lainnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement