REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi telah mengizinkan jamaah dari luar negaranya melakukan ibadah umrah mulai 10 Agustus 2021. Hal itu menjadi angin segar bagi calon jamaah umrah di Tanah Air, namun ada beberapa ketentuan yang mesti dijalankan.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, saat ini, lebih dari lima ribu jamaah dari luar Arab Saudi telah melakukan umrah. Sedangkan jamaah dari Indonesia masih belum diizinkan berangkat ke Tanah Suci.
Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan tentang persyaratan pemberangkatan umrah, antara lain melengkapi dosis vaksinasi Covid-19 yang telah diakui Pemerintah Arab Suadi.
"Melampirkan sertifikat vaksinasi, yang diakui oleh Pemerintah Arab Saudi dan telah dilegalisasi oleh otoritas resmi pemerintah asal jamaah. Usia dibatasi dari 18 tahun ke atas," kata Zainut dalam webinar bertajuk 'Ibadah Umrah dibuka, Sudah Siapkah Kita?' di Hotel Aston Kartika Grogol, Jakarta, kemarin.
Para calon jamaah umrah juga perlu memasukan data diri ke dalam sistem elektronik paling lambat 24 jam, sebelum kedatangan di Arab Saudi. Jamaah umrah yang sampai di Tanah Suci harus dikarantina.
"Kapasitas transportasi dibatasi 50 persen, juga kapasitas hotel dibatasi, jam pertama hanya sua orang," kata Zainut.
Dalam kesemapatan tersebut, ia menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia memang belum menerima pemberitahuan secara resmi dari Pemerintah Arab Suadi tentang kebijkan ibadah umrah.
"Indonesia terus melakukan komunikasi, konsolidasi dan terus melakukan lobi-lobi kepada otoritas Arab Saudi," ucap Zainut.
Untuk vaksin Sinovac sendiri yang banyak digunakan oleh Pemerintah Indonesia, sebenarnya sudah diakui oleh WHO dan Pemerintah Arab Saudi. Namun, memang harus ada kewajiban divaksin booster.
"Harus ada kewajiban divaksinasi booster. Sehingga harus ada vaksin tambahan vaksin kepada calon jamaah haji yang menggunakan Sinovac," terang Zainut.
Terkait karantina 14 hari di negara ketiga sebelum masuk ke Arab Saudi, tentu sangat memberatkan biaya dan penggunaan waktu di Arab Saudi.
President Director Sharia Multifinance Astra Inung Widi Setiadji menyatakan, kesiapan tiga yang menjadi fokus melihat perkembangan di Arab Saudi terkait umrah.
"Pertama, tergantung dari kebijakan pemerintah dan Kemenag terkait aturan bebepergian ke luar negeri di masa pandemi. Kebijakan karantina seperti 14 ke negara ketiga sebelum ke Arab Saudi, sangat berat. Itu akan sulit dipasarkan di Indonesia," tutur Inung.
Mengenai kebijakan vaksin, walaupun pemerintah menggenjot vaksin tapi semua pihak masih menunggu kebijakan di Arab Saudi.
"Fokus kedua, terkait travel penyelengara ibadah umrah dan asosiasi travel, terus menjalin komunikasi untuk mengetahui terkait ibadah umrah," ujar Inung.
Sekjen Kesthuri Artha Hanif mengingatkan, pelaksanan umrah di masa pandemi ada satu protokol kesehatan (prokes) yang amat ketat. Hal itu menjadi prioritas bagi jamaah di seluruh dunia.
Jika sebelum pandemi jamaah umrah hanya mengeluarkan biaya Rp 20 juta, namun kali ini bisa jauh lebih tinggi menyusul kebijakan yang diberlakukan Pemerintah Arab Saudi.
"Kalau yang lalu kita cukup membayar Rp 20 juta, kita bisa umrah tiga sampai empat kali selama berada di Mekkah misalnya. Tapi kita akan membayar cukup mahal, umrah hanya diizinkan satu kali," kata Artha.