Jumat 24 Sep 2021 06:02 WIB

AD/ART Digugat ke MA, Demokrat Tunjuk Yusril Kuasa Hukum

Menkum HAM tak boleh punya kepentingan terhadap AD/ART partai yang diminta.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Kuasa Hukum Partai Demokrat, Ihza Mahendra
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kuasa Hukum Partai Demokrat, Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Yusril Ihza Mahendra membenarkan telah ditunjuk menjadi kuasa hukum Partai Demokrat Kubu Moeldoko mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA). Penunjukan terkait kepengurusan dan AD/ART Demokrat yang disahkan Kemenkumham.

"Langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia," kata Yusril dalam keterangan, Kamis (24/9).

Dia mengatakan, keduanya mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART parpol karena AD/ART dibuat atas perintah undang-undang. Lanjutnya, prosedur pembentukan dan materi pengaturan AD/ART parpol itu seharusnya tidak bertentangan dengan UU dan UUD 45.

"Kalau prosedur pembentukan dan materi pengaturan AD/ART parpol itu ternyata bertentangan dengan UU, dan UUD 45, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?" katanya.

Dia mengatakan, mahkamah partai yang merupakan quasi peradilan internal partai tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga pengadilan negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol tidak berwenang menguji AD/ART.

Dia melanjutkan, PTUN pun juga tidak berwenang mengadili AD/ART. Dia menjelaskan, kalau hal itu karena kewenangan PTUN hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.

"Karena itu saya menyusun argumen yang Insya Allah cukup meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli hukum," katanya.

Yusril mengatakan, kedudukan parpol sangat mendasar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara. Dia melanjutkan, dalam UUD 1945 disebutkan antara lain bahwa hanya partai politik yang boleh ikut dalam Pileg mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Dia melanjutkan, parpol memainkan peranan besar dalam mengajukan dan membahas RUU, calon duta besar, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur BI, BPK, KPK dan seterusnya usai pemilu. Dia mengatakan, di daerah, sebelum ada calon independen, hanya partai politik yang bisa mencalonkan kepala daerah dan wakilnya.

"Begitu partai politik didirikan dan disahkan, partai tersebut tidak bisa dibubarkan oleh siapapun, termasuk oleh Presiden. Partai politik hanya bisa dibubarkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi," katanya.

Dia berpendapat, jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola seenaknya oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya yang dilegitimasi oleh AD/ART-nya yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan bahkan UUD 1945.

Dia meminta, MA melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili dan memutus apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan undang-undang atau sebaliknya. Dia mempertanyakan, apakah wewenang Mahkamah Partai dalam AD/ART yang putusannya hanya bersifat rekomendasi, bukan putusan yang final dan mengikat sesuai tidak dengan UU Partai Politik.

"Apakah keinginan 2/3 cabang Partai Demokrat yang meminta supaya dilaksanakan KLB baru bisa dilaksanakan jika Majelis Tinggi setuju, sesuai dengan asas kedaulatan anggota dan demokrasi yang diatur oleh UU Parpol atau tidak? Demikian seterusnya sebagaimana kami kemukakan dalam permohonan uji formil dan materil ke MA," katanya.

Dia mengingatkan, bahwa Menkum HAM tidak boleh punya kepentingan terhadap AD/ART sebuah partai yang diminta untuk disahkan. Oleh karenanya, prosedur pembentukan dan materi pengaturannya memang lebih baik diuji formil dan materil oleh MA.

Dia berpendapat bahwa pengujian AD/ART Demokrat ke MAini sangat penting dalam membangun demokrasi yang sehat di Indonesia. Menurutnya, bukan tidak mungkin ke depan akan ada anggota partai lain yang tidak puas dengan AD/ARTnya yang mengajukan uji formil dan materil ke MA.

"Bahwa ada kubu-kubu tertentu di Partai Demokrat yang sedang bertikai, kami tidak mencampuri urusan itu. Kami fokus kepada persoalan hukum yang dibawa untuk ditangani," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement