Jumat 24 Sep 2021 07:55 WIB

Jejak dan Sejarah Rute Pelayaran Afro-Arab ke Indonesia

Sejarah harus logis, kalau tidak logis bukan sejarah.

Red: Muhammad Subarkah
Santri Jawa (Nusantara) di masa lalu. (ilustrasi)
Foto: Istimewa
Santri Jawa (Nusantara) di masa lalu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Sejarawan, Budayawan Betawi, dan Politisi Senior

Resi kerajaan Sunda Bujangga Manik pada abad XIV M melakukan pelayaran dua kali keliling Jawa, di antaranya sekali ia singgahi Bali. Laporan perjalanan tertuang dalam kitabnya, Lalampahan Bujangga Manik. 

Dalam kitab itu Bujangga Manik mengatakan, Urang Kalapa (Jakarta) ameng layaran, artinya berjiwa bahari. Tentu bukan orang Jakarta saja, daerah-daerah lain di Andunisi (sebutan Indonesia dalam dialek Arabia) pun sama.

Dari temuan koin Aceh di Mesir, para pelayar atau pelaut Andunisi juga berlayar dengan rute yang sama dengan para pelaut Arab dan Maghribi (negeri di kawasan barat Arabia, seperti Maroko). Padi di kepulauan Madagaskar disebut pare/pari sama dengan sebutan di beberapa tempat di Andunisi. 

Rute pelayaran saudagar Afro-Arab ke Andunisi sejak abad IV SM, saat Mesir dikuasai Alexender the Great (Iskandar Zulkarnain yang Agung). 

Afro-Arab dari mana pun lebih dahulu menuju Madagaskar-Maladewa-Malabar-(sampai dengan VI M menempuh arah ke Barus di tepi barat Sumatra), sejak abad VII M ke arah Teluk Benggala-Cochin China-Kedah-Pasai-Belawan-Riau-Jambi-Lampung-Banten (tentative)-Kalapa-Samarang-Tapal Kuda Jatim-Bima-Banjar-Makassar-Buton-Saparua-Banda Neira atau langsung Raja Ampat (antara lain disebut Negeri Al Masyriq Syarqiyah, negeri timur paling timur). Pelayar Arab kalau ke wilayah Benua Amerika Selatan melalui rute Antartika dari Tanjung Harapan.

Tambahan lain:

1. pelayaran niaga itu sekaligus pelayaran peradaban, bahasa, dan agama,

2. semua titik pada rute di atas ada jejak dan bukti,

3. yang diyakini orang di Andunisi awalnya Tauhid Musa pada abad II M, kemudian Islam pada abad VII M,

4. ke depan demi pembangunan jiwa bangsa harus dilakukan rekonstruksi penulisan sejarah. Kitab sejarah yang beredar sejak zaman Belanda penuh sesak dengan dongeng.

Sejarah itu logika. Kalau tidak logis, bukan sejarah!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement