Jumat 24 Sep 2021 08:31 WIB

Listrik Lebanon Terancam Mati Total pada Akhir September

Pemadaman dilakukan karena cadangan bahan bakar minyak negara telah berkurang.

Rep: Mabruroh/ Red: Teguh Firmansyah
Pendukung Hizbullah merayakan ketika konvoi truk tanker yang membawa diesel Iran melintasi perbatasan dari Suriah ke Lebanon, tiba di kota timur el-Ain, Lebanon, Kamis, 16 September 2021.
Foto: AP/Bilal Hussein
Pendukung Hizbullah merayakan ketika konvoi truk tanker yang membawa diesel Iran melintasi perbatasan dari Suriah ke Lebanon, tiba di kota timur el-Ain, Lebanon, Kamis, 16 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perusahaan listrik negara Lebanon EDL mengatakan pada Kamis (23/9) bahwa pihaknya akan melakukan pemadaman total di seluruh negeri pada akhir September ini. Pemadaman dilakukan karena cadangan bahan bakar minyak negara telah berkurang.

Lebanon, tengah mengalami pergolakan ekonomi besar dan semakin terpuruk dalam sejarah modern. Kini, Lebanon juga harus menghadapi kekurangan bahan bakar yang memburuk selama beberapa bulan terakhir dengan sebagian besar orang Lebanon mengandalkan generator swasta untuk listrik.

Baca Juga

"Perusahaan dapat menghasilkan kurang dari 500 megawatt dari bahan bakar minyak yang diperoleh melalui kesepakatan dengan Irak," katanya dalam sebuah pernyataan dilansir dari Arab News, Jumat (24/9).

Menurut pernyataan itu, cadangan bahan bakar minyak Grade A dan Grade B telah mencapai titik kritis dan sudah habis untuk beberapa pabrik yang sekarang telah menghentikan produksi mereka.

“Jaringan sudah mengalami pemadaman total di seluruh negeri tujuh kali dan jika ini terus berlanjut, ada risiko tinggi mencapai pemadaman total pada akhir September nanti,” kata pernyataan itu.

Irak menandatangani perjanjian pada Juli yang memungkinkan pemerintah Lebanon yang kekurangan uang untuk membayar 1 juta ton bahan bakar minyak berat per tahun dalam bentuk barang dan jasa.

EDL menganggap bank sentral Lebanon bertanggung jawab karena tidak mengamankan dolar dengan imbalan “surplus mata uang lokal yang terakumulasi dalam rekening perusahaan untuk menghasilkan listrik.”

Di tempat lain, Hizbullah terus menyediakan bahan bakar untuk kota dan rumah sakit berharap untuk mendapatkan diesel Iran melalui perusahaan Al-Amana, yang berada di bawah sanksi AS. Administrasi sebuah rumah sakit di Lebanon utara membantah telah menerima bahan bakar melalui Al-Amana.

Sementara itu, Perdana Menteri Najib Mikati berangkat ke Paris pada Kamis kemarin untuk kunjungan resmi pertamanya setelah pembentukan pemerintahan, dan diperkirakan akan bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Jumat ini.

Prancis memberikan tekanan kuat pada politisi Lebanon untuk membentuk pemerintahan sejalan dengan inisiatif yang diluncurkan oleh Macron setelah ledakan Beirut, yang mengguncang negara itu Agustus lalu.

Menjelang kunjungan Mikati ke ibu kota Prancis, Kelompok Pendukung Internasional untuk Lebanon menyambut baik pembentukan pemerintah baru dan mosi percaya parlemen terhadap pemerintah dan programnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement