Jumat 24 Sep 2021 13:23 WIB

Taliban akan Kembalikan Hukuman Eksekusi dan Amputasi

Tokoh Taliban menyebut hukum Islam sesuai Alquran akan diterapkan di Afghanistan

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
 Seorang pejuang Taliban menjaga pintu masuk penjara Pul-e-Charkhi di Kabul, Afghanistan.
Foto: AP/Felipe Dana
Seorang pejuang Taliban menjaga pintu masuk penjara Pul-e-Charkhi di Kabul, Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Salah satu pendiri Taliban, Mullah Nooruddin Turabi, mengungkapkan kelompoknya akan kembali menerapkan hukuman eksekusi dan amputasi. Namun berbeda dengan dulu, hal itu mungkin tidak dilakukan secara publik.

Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press, Turabi menepis kemarahan atas eksekusi yang dilakukan Taliban pada masa pemerintahannya tahun 1996-2001. Aksi penghukuman itu terkadang terjadi di hadapan orang banyak di sebuah stadion.

Baca Juga

Turabi memperingatkan dunia agar tidak ikut campur dengan pemerintahan Taliban di Afghanistan saat ini, termasuk perihal hukum. “Semua orang mengkritik kami atas hukuman di stadion. Namun kami tidak pernah mengatakan apa pun tentang hukum mereka dan hukuman mereka,” katanya, Kamis (23/9).

Ia menekankan tidak akan ada pihak yang akan “mendikte” perihal bagaimana seharusnya Taliban menerapkan hukum di Afghanistan. “Kami akan mengikuti Islam dan kami akan membuat hukum kami berdasarkan Alquran,” ucap Turabi.

Turabi mengatakan kali ini hakim, termasuk wanita, akan mengadili kasus-kasus kejahatan. Namun ia menekankan dasar hukum Afghanistan adalah Alquran. Dia mengatakan hukuman eksekusi dan amputasi akan dihidupkan kembali. “Pemotongan tangan sangat diperlukan untuk keamanan,” ujarnya.

Baca juga : Seberapa Jauh Perpecahan di Taliban? Ini Laporan Aljazirah

Menurutnya, hukuman semacam itu akan memiliki efek jera. Dia mengatakan saat ini kabinet sedang mempelajari apakah akan melakukan hukuman di depan umum dan akan "mengembangkan kebijakan”.

Turabi adalah mantan menteri kehakiman dan kepala Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan pada masa pemerintahan Taliban sebelumnya. Kementerian tersebut kerap dikenal sebagai “polisi agama”.

Saat Taliban berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001, dunia mengecam praktik hukum mereka. Salah satu yang disorot adalah eksekusi publik. Pelaku pembunuhan ditembak satu kali di kepala. Eksekutor adalah keluarga korban. Namun pihak keluarga pun berhak menerima “uang darah” dan membiarkan pelakunya tetap hidup.

Sementara pencuri dihukum dengan cara amputasi tangan. Bagi pelaku perampokan di jalan raya, hukumannya adalah amputasi tangan dan kaki. Pengadilan dan vonis jarang terbuka untuk umum. Pengadilan pun biasanya berpihak pada ulama Islam yang pertimbangannya lebih bersandar pada ajaran agama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement