REPUBLIKA.CO.ID, MINDANAO -- Perseteruan antara Presiden Filipina Rodrigo Duterte dan mantan petinju internasional Many Pacquio yang telah meniti karir sebagai senator, dapat membuka pintu untuk saling bersaing sengit dalam pemilihan presiden. Ketika pekan lalu Pacquiao mengumumkan pencalonannya sebagai presiden 2022, Duterte tetap bungkam.
Duterte dan Pacquaio saling melontarkan kritik dan tuduhan selama beberapa bulan terakhir. Pacquiao menuduh pemerintah melakukan korupsi dalam pengadaan persediaan untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Sementara Duterte mengolok-olok Pacquaio dan menyebutnya sebagai "pemabuk pukulan". Duterte bahkan meremehkan kapabilitas Pacquaio tentang diplomasi.
"Saya seorang petarung dan akan selalu menjadi petarung, di dalam dan di luar ring. Sepanjang hidup saya, saya tidak pernah mundur dari pertarungan apa pun," ujar Pacquaio, dilansir Aljazirah, Jumat (24/9).
Pencalonan Pacquiao telah mengungkap faksionalisme di dalam partai PDP-Laban yang berkuasa. Hal ink mengancam dukungan terhadap Pacquaio dan Duterte di Mindanao, yang menjadi kubu pemilihan mereka.
Analis politik dan ahli strategi kampanye yang berbasis di Manila, Armand Dean Nocum, mengatakan pemilihan di wilayah selatan yang bersatu sangat penting untuk Pacquiao dan Duterte. Perpecahan mereka akan menciptakan skenario “kalah-kalah” untuk keduanya.
"Mereka akan memperebutkan blok geografis yang sama, dan itu akan memberi jalan bagi kandidat yang lebih kuat untuk muncul,” kata Nocum.
Nocum menunjuk Wali Kota Manila Isko Moreno, sebagai pesaing “kuda hitam” yang bisa mendapatkan keuntungan dari keretakan Pacquaio dan Duterte. Nocum menambahkan bahwa, Moreno sudah memiliki pijakan di wilayah yang berpengaruh.
Seorang pensiunan pejabat tinggi militer dari Mindanao mengatakan, jika faksi Duterte dan Pacquiao yang bersaing tidak dapat memperbaiki perbedaan partai mereka, suara dari pulau selatan harus dibagi. Mantan jenderal yang berbicara dengan syarat anonim tersebut mengatakan, pemilih Mindanao dan orang Filipina secara keseluruhan telah kehilangan kepercayaan pada kepemimpinan Duterte.
Pemerintahan Duterte telah gagal dalam menangani pandemi virus corona. Selain itu, ada tuduhan korupsi yang signifikan, dan perilaku Duterte yang tidak presidensial.