Jumat 24 Sep 2021 23:23 WIB

China Ungkap 100 Daftar Campur Tangan AS di Hong Kong

AS dinilai telah mendukung media Hong Kong yang melanggar aturan China.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Hubungan AS dan China (ilustrasi).
Foto: AP / Andy Wong
Hubungan AS dan China (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China pada Jumat (24/9) mengungkapkan lebih dari 100 daftar campur tangan Amerika Serikat (AS) dalam urusan Hong Kong, termasuk dukungan Presiden Joe Biden untuk sebuah surat kabar pro-demokrasi. Politisi dan pejabat AS telah mengecam China atas pengetatan kendali di Hong Kong, terutama penerapan undang-undang keamanan nasional tahun lalu.

“Amerika Serikat tidak boleh mentolerir kekuatan apa pun yang anti-China dan menimbulkan masalah di Hong Kong, atau itu hanya akan mengangkat batu untuk menghantam kaki seseorang,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian.

Baca Juga

Kementerian Luar Negeri China mengunggah daftar tersebut di situsnya. Daftar itu merinci contoh campur tangan AS di Hong Kong sejak 2019, termasuk soal penandatanganan Undang-Undang Otonomi Hong Kong pada 2020 oleh mantan Presiden Donald Trump.

Ketika itu, Trump memerintahkan agar status khusus Hong Kong diakhiri di bawah undang-undang AS. Hal ini untuk menghukum China atas tindakannya yang menindas Hong Kong.

Dalam daftar tersebut, China juga mengkritik Presiden AS Joe Biden karena menyebut penutupan surat kabar pro-demokrasi, Apple Daily sebagai hari yang menyedihkan bagi kebebasan media. Biden mengatakan, penutupan surat kabar tersebut merupakan tanda penindasan intensif oleh Beijing.

The Apple Daily didirikan oleh taipan Jimmy Lai. Saat ini Lai berada di penjara dan menunggu persidangan atas tuduhan keamanan nasional. Surat kabar tersebut terpaksa ditutup menyusul penggerebekan oleh 500 polisi di kantor pusat Apple Daily pada 17 Juni lalu.

Pihak berwenang mengatakan puluhan artikel Apple Daily telah melanggar undang-undang keamanan nasional. Para kritikus mengatakan, undang-undang tersebut digunakan untuk melumpuhkan kebebasan berbicara dan mengikis kebebasan mendasar lainnya yang dijamin dalam konstitusi "Hukum Dasar" di wilayah Hong Kong.

Pejabat China dan Hong Kong menyangkal tuduhan itu. Mereka mengatakan undang-undang tersebut telah mengembalikan ketertiban Hong Kong. Pada 2019 aksi protes pro-demokrasi dan anti-China besar-besaran terjadi di Hong Kong selama beberapa bulan. Aksi protes tersebut disertai kekerasan.

China mengesahkan undang-undang sanksi anti-asing pada bulan Juni. Dalam undang-undang itu, mereka yang terlibat dalam membuat atau menerapkan tindakan diskriminatif terhadap warga negara atau entitas Cina dapat dimasukkan ke dalam daftar anti-sanksi Cina daratan. Mereka dapat ditolak masuk atau diusir dari Cina. Selain itu, aset mereka di China dapat disita atau dibekukan.

Biden bulan lalu menawarkan tempat berlindung sementara kepada penduduk Hong Kong di Amerika Serikat. Hal ini memungkinkan ribuan orang memperpanjang masa tinggal mereka. Tawaran Biden ini sebagai tanggapan atas "serangan" Beijing terhadap otonomi Hong Kong.

Pejabat AS lainnya yang disebutkan dalam daftar termasuk Ketua House of Representative Nancy Pelosi, mantan Menteri Luar Negeri era Trump, Mike Pompeo, dan Menteri Luar Negeri era Biden, Anthony Blinken. Kementerian Luar Negeri tidak menjelaskan mengapa daftar itu dirilis sekarang, atau apakah akan mengambil tindakan hukuman terhadap mereka yang disebutkan dalam daftar.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement