Sabtu 25 Sep 2021 01:11 WIB

Polemik Klaster Sekolah Tatap Muka Vs Dalih Mispersepsi Data

Setelah mengumumkan data kasus Covid-19 di sekolah, Kemendikbud membuat klarifikasi.

Red: Andri Saubani
SETELAH 2 TAHUN ‘LIBUR’: Siswa SD Islam Az Zakiyah menunggu jemputan pulang sebelum mengikuti Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di Bandung, Rabu (15/9/2021). Satu sesi PTMT dibagi dalam 3 shift. sekali dalam seminggu. Mereka kembali belajar di sekolah setelah hampir 2 tahun mereka menjalani pembelajaran secara daring.    YOGI ARDHI/REPUBLIKA
Foto:

Untuk memperbaiki pendataan kasus Covid-19 di lingkungan sekolah, Kemendikbudristek bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Aplikasi tersebut akan digunakan setelah melihat adanya mispersepsi dari pendataan yang Kemendikbudristek lakukan sebelumnya.

"Kemendikbudristek dan Kemenkes sedang melakukan uji coba sistem pendataan baru dengan applikasi PeduliLindungi. Itulah aplikasi tunggal yang akan kita pakai untuk pendataan," ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, pada konferensi pers, Jumat (24/9).

Penggunaan PeduliLindungi dilakukan karena melihat adanya empat mispersepsi yang terjadi akibat pendataan yang dilakukan Kemendikbudristek sebelumnya. Data-data tersebut, kata Jumeri, membuat mispersepsi karena adanya keterbatasan akurasi dari laporan yang dimasukkan oleh satuan-satuan pendidikan yang menjadi responden.

"Kita tahu dari validitas laporan itu kalo kami melakukan klarifikasi ke lapangan tentu tak mungkin, seperti 45 ribu sekolah kami cek satu persatu tentu sangat berat," jelas Jumeri.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati, meminta agar data terkait kasus Covid-19 di lingkungan sekolah betul-betuk diverifikasi. Itu perlu dilakukan untuk memastikan hak dasar anak terpenuhi berupa hak hidup dan derajat kesehatan yang optimal.

"Prinsipnya, data terkait harus diverifikasi, segera dipastikan data," ujar Rita kepada Republika lewat pesan singkat, Jumat (24/9).

Rita menyatakan, keinginan untuk membawa kembali anak-anak peserta didik ke sekolah harus dibarengi dengan pemberian keyakinan atas keamanan mereka. Sebab, hak hidup dan derajat kesehatan yang optimal merupakah salah satu hak dasar yang dimiliki oleh anak.

"Kita semua ingin anak sekolah, tapi juga harus ada keyakinan bahwa ada keamanan anak karena hak hidup, derajat kesehatan yang optimal, adalah hak dasar anak," kata dia.

Selain itu, dia juga mengatakan, pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas harus tetap mengacu kepada Lima SIAP. Rita menerangkan, Lima SIAP terdiri dari kesiapan pemerintah daerah, sekolah, guru, murid, serta orang tua murid dalam menyelenggarakan PTM terbatas.

"Kualitas pendidikan tetap harus dijaga baik daring maupun luring karena sepertinya tetap akan berlangsung dalam jangka waktu yang belum kita ketahui," jelas Rita.

photo
Tips sekolah tatap muka agar tetap aman. - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement