Sabtu 25 Sep 2021 10:22 WIB

AS Izinkan Bantuan untuk Afghanistan

AS membekukan cadangan devisa Afghanistan senilai lebih dari 9 miliar dolar AS.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
 Seorang gadis dari Afghanistan menunggu dengan pengungsi lain untuk terbang ke Amerika Serikat atau lokasi penyelamatan lainnya di gerbang keberangkatan darurat di dalam gantungan di Pangkalan Udara Amerika Serikat di Ramstein, Jerman, Rabu, 1 September 2021. Pemerintah AS mengizinkan pemberian bantuan kemanusiaan untuk warga Afghanistan.
Foto: AP/Markus Schreiber
Seorang gadis dari Afghanistan menunggu dengan pengungsi lain untuk terbang ke Amerika Serikat atau lokasi penyelamatan lainnya di gerbang keberangkatan darurat di dalam gantungan di Pangkalan Udara Amerika Serikat di Ramstein, Jerman, Rabu, 1 September 2021. Pemerintah AS mengizinkan pemberian bantuan kemanusiaan untuk warga Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) telah mengambil langkah untuk membuka jalan untuk mendistribusikan bantuan ke Afghanistan. Departemen Keuangan AS pada Jumat (24/9) mengeluarkan dua lisensi khusus.

Lisensi tersebut yaitu mengizinkan pemerintah AS, LSM dan organisasi internasional tertentu, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk terlibat dengan Taliban atau Jaringan Haqqani, yang berada di bawah sanksi, untuk menyediakan bantuan kemanusiaan. Kemudian, mengizinkan transaksi tertentu yang terkait dengan  ekspor makanan, obat-obatan, dan barang-barang lainnya.

Baca Juga

"Kami berkomitmen untuk memfasilitasi aliran bantuan kemanusiaan kepada orang-orang Afghanistan dan kegiatan lain yang mendukung kebutuhan dasar manusia mereka,” ujar Direktur Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS, Andrea Gacki, dilansir Aljazirah, Sabtu (25/9).

Gacki menambahkan, Washington akan terus bekerja dengan lembaga keuangan, LSM, dan organisasi internasional untuk memudahkan aliran barang pertanian, obat-obatan, dan sumber daya lainnya. Di sisi lain, AS tetap menegakkan sanksi terhadap Taliban, Jaringan Haqqani, dan lainnya.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden berkomitmen untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan di Afghanistan terus berlanjut, meskipun Washington mencantumkan Taliban sebagai kelompok teroris global. Sejauh ini, AS tetap membekukan yang dimiliki Taliban dan melarang orang Amerika berurusan dengan kelompok itu, termasuk kontribusi dana, barang, atau jasa.

AS memperluas lisensi khusus sebagai langkah untuk memungkinkan organisasi internasional dan LSM untuk membayar pajak, biaya, bea atau izin impor. Juru bicara Departemen Keuangan mengatakan, lisensi memungkinkan LSM dan lembaga keuangan asing untuk melanjutkan bantuan kemanusiaan seperti pengiriman makanan, tempat tinggal, obat-obatan, dan layanan medis, termasuk bantuan Covid-19.

“Kami belum mengurangi tekanan sanksi terhadap para pemimpin Taliban atau pembatasan signifikan pada akses mereka ke sistem keuangan internasional,” kata juru bicara itu.

Pada Jumat, warga Afghanistan mengadakan aksi protes di Kabul, untuk menyerukan pelepasan aset bank sentral yang disimpan di AS.

AS membekukan cadangan devisa Afghanistan senilai lebih dari 9 miliar dolar AS  yang disimpan di New York dan Bank Dunia. Sementara Dana Moneter Internasional (IMF), serta Uni Eropa telah menangguhkan pembiayaan untuk proyek-proyek di Afghanistan. Tanpa akses dana tersebut, pemerintah sementara di Kabul tidak dapat membayar pajak impor yang diperlukan untuk mendatangkan makanan dari Pakistan.

Organisasi Kesehatan Dunia, perwakilan Afghanistan dari Doctors Without Borders, dan Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mengatakan, sistem kesehatan negara itu berada di ambang kehancuran. Mereka telah mendesak agar pendanaan dilanjutkan untuk program kesehatan di Afghanistan.

PBB mengatakan, lebih dari 18 juta orang atau sekitar setengah dari populasi Afghanistan membutuhkan bantuan di tengah kekeringan kedua, dalam empat tahun. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan,  Afghanistan berada di ambang bencana kemanusiaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement