Sabtu 25 Sep 2021 14:02 WIB

Babak Baru 'Dualisme' Demokrat, Krisis Moral Politik

Yusril dinilai sengaja bela Moeldoko dengan dalih keadilan padahal punya motif lain.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik.
Foto: Republika/TAHTA AIDILLA
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus partai Demokrat Rachland Nashidik mengkritik, tindakan Yusril Ihza Mahendra yang menjadi pengacara bagi Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB). Yusril baru-baru ini didapuk membantu kubu Moeldoko dalam Judicial Review terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Demokrat.

Rachland mempertanyakan Yusril yang seolah mengaku netral dalam skandal 'pembegalan' Partai Demokrat oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Dia sulit menerima alasan Yusril membantu Moeldoko hanya karena peduli pada demokratisasi dalam tubuh partai politik. 

"Skandal hina pengambilalihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh Presiden, pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik. Dan orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral, sebenarnya sedang memihak pada si kuat dan si penindas," kata Rachland dalam keterangannya yang diterima Republika, Jumat (24/9).

Rachland meragukan keberpihakan Yusril terhadap keadilan. Dia menganggap, Yusril sengaja membela Moeldoko dengan dalih keadilan padahal punya motif lain.

"Padahal sebagai advokat, Yusril sebenarnya bisa menolak menjadi kuasa hukum Moeldoko tanpa berakibat pupusnya akses Moeldoko pada keadilan," ujar Rachland.

Rachland menyebut, Moeldoko sebenarnya mampu menyewa pengacara lain ketimbang Yusril. "Moeldoko bukan orang miskin. Duitnya mampu membeli jasa advokat lain," lanjut Rachland.

Oleh karena itu, Rachland menuding, keberpihakan Yusril pada Moeldoko tak bisa lagi ditutupi dengan dalih 'mencari keadilan'. 

Dia menilai, perjuangan Yusril mencari keadilan sudah keluar jalur. "Tak bisa lain, klaim netralitas Yusril adalah tabir asap yang sia-sia menutupi pemihakannya pada KSP Moeldoko. Alih-alih kampiun demokrasi, seperti klaimnya sendiri, Yusril dalam kasus ini justru adalah kuku-kuku tajam dari praktik politik yang menindas," sindir Rachland. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement